MAKALAH ONGGOK
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengembangan
di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana
ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering
berfluktuasi. Biaya pakan dalam usaha peternakan mencapai 60-70% dari seluruh
biaya produksi. Untuk menyiasati hal ini, harus dicarikan upaya alternatif
terhadap jenis bahan pakan lain, yang mana dapat digunakan sebagai pakan ternak
pengganti yang harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, mudah didapat
dan berkualitas baik. Pemanfaatan limbah organik hasil pertanian bisa dijadikan
sebagai salah satu solusi yang tepat dalam permasalahan ini. Limbah pertanian
yang dapat dimanfaatkan sebagi bahan baku pakan ternak salah satunya adalah
onggok.
Onggok
merupakan limbah padat agro industri berupa ampas dari pengolahan ubi kayu
menjadi tapioka yang diperoleh dari proses pemerasan dan penyaringan.
Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi
tapioka. Onggok ini merupakan sisa limbah industri tepung tapioka yang akan
membusuk jika tidak termanfaatkan, sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan
hidup. Dengan menjadikan onggok sebagai pakan alternatif bagi kebutuhan
konsumsi unggas, akan memilki dampak baik untuk mengurangi masalah polutan yang
akan disebabkan oleh onggok tersebut.
Semua
onggok dari industri tepung tapioka dimanfaatkan untuk makanan ternak karena
terdapat kandungan protein yang cukup besar dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan hewan ternak. Di sisi lain, onggok dapat digunakan untuk
produksi etanol. Meskipun merupakan limbah tetapi kandungan karbohidrat onggok
masih tinggi yaitu mencapai 63%-68%, sementara kadar airnya 20%.
BAB II
TINJAPEMBAHASAN
A.
Gambaran
Umum Onggok
Onggok
adalah limbah padat berupa ampas dari pengolahan ubikayu menjadi tapioka,
apabila didiamkan dalam beberapa hari akan menimbulkan bau asam dan busuk serta
bersifat mencemari lingkungan. Sebagai negara tropis, Indonesia kaya dengan
tanaman ubikayu sebagai sumber pati. Produksi ubikayu Indonesia menempati
urutan ke 4 terbesar setelah Nigeria, Brazil dan Thailand. Produksi ubi kayu
Indonesia pada tahun 2002 mencapai 16,9 juta ton dengan luas area 1,27 juta ha.
Sebagian besar produksi ubikayu diserap industri tapioka, sehingga setiap tahun
dihasilkan lebih dari 1,2 juta ton onggok (Mulyono, dkk., 2011).
Onggok
adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah
padat utama setelah proses pengepresan. Limbah padat industri tapioka berasal
dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubi kayu dan dari proses pengepresan
berupa ampas ubi kayu. Limbah padat dari industri tapioka yaitu kulit yang
berasal dari pengupasan ubi kayu, sisa-sisa potongan ubi kayu yang tidak terparut
berasal dari proses pemarutan, ampas onggok merupakan sisa dari proses
ekstraksi pati, terdiri atas sisa-sisa pati dan serat-serat (Antika, 2013).
Onggok
selama ini dikenal sebagai limbah dari industri tepung tapioka yang memiliki
jumlah energi tinggi nilai ekonomis yang cukup rendah. Banyak onggok yang
dihasilkan dari proses pembuatan tapioka berkisar 5-10% bahan baku dengan kadar
air 20% (Sukma, 2009).
Onggok
singkong adalah limbah berupa ampas dari pembuatana tepung tapioka. Proses
pembuatan tepung tapioka antara lain melalui tahapan : pengupasan, pemarutan,
penyaringan dan pengendapan. Selanjutnya pengeringan pati dan pengeringan
onggok singkong (Nikmawati, 1999).
Pemanfaatan
Penggunaan
onggok fermentasi sampai dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih
aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Onggok aman untuk dikonsumsi oleh
ayam. onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi
pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan
rempela (Tarmudji, 2004).
Teknologi
fermentasi padat, menggunakan Aspergillus niger sebagai inokulum dan
urea/ZA sebagai sumber nitrogen, kandungan protein sejati dari berbagai limbah
pertanian, seperti ampas sagu/onggok, dapat ditingkatkan menjadi 18%, dan
evaluasinya sebagai bahan baku pakan telah teruji untuk ayam dan itik
(Supriyati, dkk., 2013).
Menurut
Mariyono et al., (2008) dalam Antari, dkk., (2009) Peningkatan produksi
menyebabkan limbah pengolahan ubi kayu dan agroindustrinya juga meningkat
sehingga cukup potensial digunakan sebagai pakan; tidak hanya untuk unggas dan
ruminansia kecil tetapi juga ruminansia besar. Bahan pakan yang berasal dari
limbah pascapanen tanaman ubi kayu antara lain pucuk ubi kayu, batang ubi kayu,
kulit ubi kayu, bonggol ubi kayu, gaplek afkir, singkong afkir, dan gamblong
atau onggok tergolong sebagai pakan sumber karbohidrat mudah dicerna.
Hampir
semua onggok dari industri tepung tapioka dimanfaatkan untuk makanan ternak
karena terdapat kandungan protein yang cukup besar dan nutrisi lainnya yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan hewan ternak. Di sisi lain, onggok dapat digunakan
untuk produksi etanol. Meskipun merupakan limbah tetapi kandungan karbohidrat onggok
masih tinggi yaitu mencapai 63%-68%, sementara kadar airnya 20% (Wijayanti,
2012).
Perbedaan Tepung Tapioka dan Tepung Onggok
Tepung Tapioka
Tepung
tapioka juga sering disebut tepung aci atau tepung kanji. Tepung tapioka pada
umumnya dibagi menjadi dua, yaitu tapioka halus dan tapioka
kasar. Pembuatan tepung tapioka halus biasanya dari tapioka kasar yang
mengalami penggilingan kembali. Pabrik tepung tapioka kasar sebagai bahan
mentah yang dibeli dari pedagang-pedagang kecil dari desa-desa.Pembuatan
tepung tapioka kasar dilakukan dengan memarut singkong yang telah dikupas
dan dicuci. Dengan air yang mengalir, parutan singkong diperas
melalui saringan. Filtrat ditampung dan pemerasan diakhiri bila filtrat
yang ke luar sudah jernihdan larutan dibiarkan mengendap. Endapan dicuci dengan
air dan air pencuci dibuang sampai bersih (Koswara, 2009). Tepung tapioka
dibuat dengan mengekstrak bagian umbi singkong dengan tahap dapat dilihat dalam
Gambar 1 berikut.
Menurut
Rahman (2007) dalam Amin (2013), Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari
singkong. Dalam memperoleh pati dari singkong (tepung tapioka) harus
dipertimbangkan usia atau kematangan dari tanaman singkong.
Tepung Onggok
Onggok
(ampas) singkong merupakan limbah padat dari pembuatan tepung tapioka.
Komposisi onggok tepung tapioka sangat bervariasi bergantung pada
jenis/varietas singkong, daerah asal serta cara pengolahan tepung tapioka
(Marto, 2013). Onggok adalah limbah padat berupa ampas dari pengolahan ubikayu
menjadi tapioka (Mulyono, dkk., 2011).
Onggok
adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah
padat utama setelah proses pengepresan. Limbah padat industri tapioka berasal
dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubi kayu dan dari proses pengepresan
berupa ampas ubi kayu (Antika, 2013).
B.
Potensi
Onggok Sebagai Pakan Ternak
Onggok adalah hasil produk samping pengolahan ubi kayu
menjadi tapioka. Dari setiap ton ubi kayu bisa menghasilkan 114 kg
onggok. Jika setengah dari produksi ubi kayu tahun 2000 yang mencapai
15.351.200 ton diolahdan diproses menjadi tepung tapioka, onggok yg dihasilkan
bisa mencapai 828.965 ton. Jumlah tersebut sanagat besar untuk dimanfaatkan dan
digunakan sebagai bahan baku pakan ternak.
Onggok memiliki kandungan air cukup tinggi (81-85%), dan
bisa menjadi sumber pencemaran atau polusi udar atau lingkungan, terutama di
wilayah produksi apabila tidak ditangani dengan baik. Onggok sebenarnya
memiliki potensi sangat besar sebagai bahan pakan. Tetapi mutu dan nutrisinya
yg rendah (protein kasar(PK) sekitar 1,55% dan serat kasar (SK) 10,44% bahan
kering), menjadi pembatas utama pemanfaatan onggok sebagai bahan pakan ternak,
baik untuk ternak monogastrik seperti ayam dan bebek, maupun ternak ruminansia.
Seperti sapi, kambing, dan domba. Untuk bisa digunakan sebagai bahan pakan
ternak, maka mutu dan kualitas onggok perlu ditingkatkan dengan proses
teknologi fermentasi.
C.
Pemanfaatan
Onggok sebagai pakan ternak Sapi Perah
Ransum sapi perah rakyat umumnya terdiri atas jerami atau
rumput gajah, ampas tahu, dan pakan konsentrat masing-masing sebanyak 20 kg, 5
kg, dan 5 kg. Substitusi atau penggantian setiap kilogram konsentrat dengan
onggok yang telah difermentasi dalam jumlah yang sama bisa meningkatkan rataan
hasil produksi susu harian dari 10,56 liter menjadi 14,47 liter, kadar lemak
air susu dari 3,90% menjadi 4,90%, serta total padatan dari 11,11% menjadi
12,14%.
D.
Pemanfaatan
Onggok Sebagai Pakan Ternak Ayam
Ayam kampung petelur yang dipelihara secara kelompok maupun
individu dan diberikan ransum onggok terfermentasi 10%, meningkat produksinya
masing-masing 9,7% dan 30,9%. Bobot telur juga meningkat pada ayam yang
memperoleh ransum onggok terfermentasi.
E.
Proses
pembuatan
Proses pembuatan onggok dilakukan dengan cara fermentasi
dengan menggunakan Aspergillus niger (semacam kapang atau jamur). Ada juga
campuran urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik. Ini akan
membuat onggok memiliki kandungan energi lebih tinggi sebagai pakan. Proses fermentasi
akan membutuhkan waktu sekitar 5-7 hari. Sebelum onggok difermentasikan,
terlebih dahulu dijemur di bawah terik matahari.
Untuk fermentasinya, onggok yang telah kering dicampur
dengan mineral dan diaduk rata tambahkan campuran air hangat 5-8 liter dan
biarkan beberapa menit. Ini untuk menambah unsur mineral dalam onggok. Setelah
onggok sudah dingin barulah dicampur Aspergillus niger. Campuran kapang inilah
yang membuat onggok memiliki protein tinggi. Setelah didiamkan selama 5-7 hari,
onggok diremas-remas dan dikeringkan, baru setelah itu siap dikemas dan dijual
ke pabrik pakan ternak.
Pengeringan adalah bagian penting sebelum dilakukan
fermentasi pada onggok. Itu sebabnya, proses pengeringan onggok harus
betul-betul sempurna dan dilakukan di bawah terik matahari. Pengeringan yang
dilakukan di bawah terik matahari akan membuat onggok yang basah berubah bentuk
seperti pasir kasar dan berwarna putih, sedangkan onggok yang setengah kering
atau masih basah akan berbentuk seperti batu kerikil dengan warna coklat dan
hitam.
Memasuki musim hujan, proses pengeringan dengan bantuan oven
akan membuat hasil onggok tidak bagus. Inilah yang membuat kualitas onggok
berbeda. Makin putih dan kering, harga jual onggok akan makin mahal. Sebagai
patokan harga onggok tergantung dari kualitas onggok yang dibedakan para
penjualnya berdasarkan warna dan tingkat kekeringan onggok itu sendiri.
F.
Fementasi
Onggok Sebagai Pakan Ternak
Salah satu poses yang sedang dirintis Balai Penelitian
Ternak untuk meningkatkan mutu dan nilai gizi dari onggok yaitu dengan
teknologi fermentasi atau biofermentasi. Proses fermentasi ini bisai dilakukan
dengan memakai spora Aspergillus niger (koleksi Balitnak). Proses ini dmulai
dengan pembiakan spora pada media potatos dextrose agar (PDA), yang kemudian
produksi spora dilakukan secara massal dengan menggunakan media beras yang
telah dikukus selama 5(lima) hari pada suhu ruang. Spora yang terbentuk
dipanen, dikeringkan pada suhu 45oC dan digiling, untuk selanjutnya siap
digunakan.
Setiap 1 kg onggok ditambahkan campuran mineral yang
tersusun dari 40 g urea, 5 g MgSO4, 72 g ZA [(NH4)2SO4], 1,5 g KCl, 15 g
NaH2PO4 dan 0,75 g FeSO4. Onggok yang telah diberi campuran mineral tersebut
selanjutnya diberi serbuk spora satu sendok makan (6-8 g), dan ditambahkan air
panas untuk memperoleh kadar akhir adonan 60%. Selanjutnya adonan ditempatkan
pada wadah/ baki plastik. Fermentasi dilakukan selama 3-5 hari.
Proses fermentasi yg berhasil ditandai dengan munculnya
warna keabuan dan kompak pada permukaan adonan. Apabila ditemukan warna
miselium yang kehitam-hitaman, berarti proses fermentasi berlangsung tidak
sempurna atau telah terjadi kontaminasi. Onggok yang terfermentasi sempurna
kemudian dipanen, dikeringkan, dan digiling untuk selanjutnya digunakan sebagai
salah satu bahan baku ransum.
No
|
Parameter
|
Tanpa Fermentasi (%)
|
Setelah Fermentasi(%)
|
1
|
Protein Kasar(PK)
|
2,2
|
18,6
|
2
|
Serat Kasar (SK)
|
10,8
|
10,45
|
3
|
Abu
|
2,4
|
2,6
|
4
|
Karbohidrat
|
51,8
|
36,2
|
Fermentasi onggok sudah pula dilakukan dalam skala lapang
oleh petani-ternak dengan bimbingan staf Balitnak. Dengan kemauan, ketekunan,
dan bimbingan keterampilan, ternyata kualitas hasilnya tidak berbeda dengan
yang diperolehdi laboratorium. Onggok yang sudah difermentasi mempunyai inilai
gizi yang lebih baik dibanding yang tidak difermentasi. Nilai kandungan protein
kasar (PK) akan meningkat dari 2% menjadi 18% bahan kering, atau
peningkatan nilai nutrisi cukup tinggi yaitu meningkat 900%.
Sementara kandungan serat kasar (SK) onggok yang difermentasi cenderung menurun.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Onggok
adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah
padat utama setelah proses pengepresan. Limbah padat industri tapioka berasal
dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubi kayu dan dari proses pengepresan
berupa ampas ubi kayu.
2. Kandungan
pada onggok antara lain :
protein kasar : 2,89%
serat kasar :
14,73%
abu
: 1,21%
beta-N : 80,80%
lemak kasar : 0,38%
air
: 20,31%