Kamis, 20 Desember 2018


MAKALAH ONGGOK

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering berfluktuasi. Biaya pakan dalam usaha peternakan mencapai 60-70% dari seluruh biaya produksi. Untuk menyiasati hal ini, harus dicarikan upaya alternatif terhadap jenis bahan pakan lain, yang mana dapat digunakan sebagai pakan ternak pengganti yang harganya murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, mudah didapat dan berkualitas baik. Pemanfaatan limbah organik hasil pertanian bisa dijadikan sebagai salah satu solusi yang tepat dalam permasalahan ini. Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagi bahan baku pakan ternak salah satunya adalah onggok.
            Onggok merupakan limbah padat agro industri berupa ampas dari pengolahan ubi kayu menjadi tapioka yang diperoleh dari proses pemerasan dan penyaringan. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Onggok ini merupakan sisa limbah industri tepung tapioka yang akan membusuk jika tidak termanfaatkan, sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup. Dengan menjadikan onggok sebagai pakan alternatif bagi kebutuhan konsumsi unggas, akan memilki dampak baik untuk mengurangi masalah polutan yang akan disebabkan oleh onggok tersebut.
            Semua onggok dari industri tepung tapioka dimanfaatkan untuk makanan ternak karena terdapat kandungan protein yang cukup besar dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan hewan ternak. Di sisi lain, onggok dapat digunakan untuk produksi etanol. Meskipun merupakan limbah tetapi kandungan karbohidrat onggok masih tinggi yaitu mencapai 63%-68%, sementara kadar airnya 20%.










BAB II
TINJAPEMBAHASAN
A.    Gambaran Umum Onggok
            Onggok adalah limbah padat berupa ampas dari pengolahan ubikayu menjadi tapioka, apabila didiamkan dalam beberapa hari akan menimbulkan bau asam dan busuk serta bersifat mencemari lingkungan. Sebagai negara tropis, Indonesia kaya dengan tanaman ubikayu sebagai sumber pati. Produksi ubikayu Indonesia menempati urutan ke 4 terbesar setelah Nigeria, Brazil dan Thailand. Produksi ubi kayu Indonesia pada tahun 2002 mencapai 16,9 juta ton dengan luas area 1,27 juta ha. Sebagian besar produksi ubikayu diserap industri tapioka, sehingga setiap tahun dihasilkan lebih dari 1,2 juta ton onggok (Mulyono, dkk., 2011).
            Onggok adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah padat utama setelah proses pengepresan. Limbah padat industri tapioka berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubi kayu dan dari proses pengepresan berupa ampas ubi kayu. Limbah padat dari industri tapioka yaitu kulit yang berasal dari pengupasan ubi kayu, sisa-sisa potongan ubi kayu yang tidak terparut berasal dari proses pemarutan, ampas onggok merupakan sisa dari proses ekstraksi pati, terdiri atas sisa-sisa pati dan serat-serat (Antika, 2013).
            Onggok selama ini dikenal sebagai limbah dari industri tepung tapioka yang memiliki jumlah energi tinggi nilai ekonomis yang cukup rendah. Banyak onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan tapioka berkisar 5-10% bahan baku dengan kadar air 20% (Sukma, 2009).
            Onggok singkong adalah limbah berupa ampas dari pembuatana tepung tapioka. Proses pembuatan tepung tapioka antara lain melalui tahapan : pengupasan, pemarutan, penyaringan dan pengendapan. Selanjutnya pengeringan pati dan pengeringan onggok singkong (Nikmawati, 1999).
Pemanfaatan 
            Penggunaan onggok fermentasi sampai dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Onggok aman untuk dikonsumsi oleh ayam. onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela (Tarmudji, 2004).
            Teknologi fermentasi padat, menggunakan Aspergillus niger sebagai inokulum dan urea/ZA sebagai sumber nitrogen, kandungan protein sejati dari berbagai limbah pertanian, seperti ampas sagu/onggok, dapat ditingkatkan menjadi 18%, dan evaluasinya sebagai bahan baku pakan telah teruji untuk ayam dan itik (Supriyati, dkk., 2013).
            Menurut Mariyono et al., (2008) dalam Antari, dkk., (2009) Peningkatan produksi menyebabkan limbah pengolahan ubi kayu dan agroindustrinya juga meningkat sehingga cukup potensial digunakan sebagai pakan; tidak hanya untuk unggas dan ruminansia kecil tetapi juga ruminansia besar. Bahan pakan yang berasal dari limbah pascapanen tanaman ubi kayu antara lain pucuk ubi kayu, batang ubi kayu, kulit ubi kayu, bonggol ubi kayu, gaplek afkir, singkong afkir, dan gamblong atau onggok tergolong sebagai pakan sumber karbohidrat mudah dicerna.
            Hampir semua onggok dari industri tepung tapioka dimanfaatkan untuk makanan ternak karena terdapat kandungan protein yang cukup besar dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan hewan ternak. Di sisi lain, onggok dapat digunakan untuk produksi etanol. Meskipun merupakan limbah tetapi kandungan karbohidrat onggok masih tinggi yaitu mencapai 63%-68%, sementara kadar airnya 20% (Wijayanti, 2012).
Perbedaan Tepung Tapioka dan Tepung Onggok

Tepung Tapioka
            Tepung tapioka juga sering disebut tepung aci atau tepung kanji. Tepung tapioka pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu tapioka halus dan tapioka kasar. Pembuatan tepung tapioka halus biasanya dari tapioka kasar yang mengalami penggilingan kembali. Pabrik tepung tapioka kasar sebagai bahan mentah yang dibeli dari pedagang-pedagang kecil dari desa-desa.Pembuatan tepung tapioka kasar dilakukan dengan memarut singkong yang telah dikupas dan dicuci. Dengan air yang mengalir, parutan singkong diperas melalui saringan. Filtrat ditampung dan pemerasan diakhiri bila filtrat yang ke luar sudah jernihdan larutan dibiarkan mengendap. Endapan dicuci dengan air dan air pencuci dibuang sampai bersih (Koswara, 2009). Tepung tapioka dibuat dengan mengekstrak bagian umbi singkong dengan tahap dapat dilihat dalam Gambar 1 berikut.

            Menurut Rahman (2007) dalam Amin (2013), Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalam memperoleh pati dari singkong (tepung tapioka) harus dipertimbangkan usia atau kematangan dari tanaman singkong.



Tepung Onggok
            Onggok (ampas) singkong merupakan limbah padat dari pembuatan tepung tapioka. Komposisi onggok tepung tapioka sangat bervariasi bergantung pada jenis/varietas singkong, daerah asal serta cara pengolahan tepung tapioka (Marto, 2013). Onggok adalah limbah padat berupa ampas dari pengolahan ubikayu menjadi tapioka (Mulyono, dkk., 2011).
            Onggok adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah padat utama setelah proses pengepresan. Limbah padat industri tapioka berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubi kayu dan dari proses pengepresan berupa ampas ubi kayu (Antika, 2013).

B.     Potensi Onggok Sebagai Pakan Ternak
Onggok adalah hasil produk samping pengolahan ubi kayu menjadi tapioka. Dari setiap ton ubi kayu bisa  menghasilkan 114 kg onggok. Jika  setengah dari produksi ubi kayu tahun 2000 yang mencapai 15.351.200 ton diolahdan diproses menjadi tepung tapioka, onggok yg dihasilkan bisa mencapai 828.965 ton. Jumlah tersebut sanagat besar untuk dimanfaatkan dan digunakan sebagai bahan baku pakan ternak.
Onggok memiliki kandungan air cukup tinggi (81-85%), dan bisa menjadi sumber pencemaran atau polusi udar atau lingkungan, terutama di wilayah produksi apabila tidak ditangani dengan baik. Onggok sebenarnya memiliki potensi sangat besar sebagai bahan pakan. Tetapi mutu dan nutrisinya yg rendah (protein kasar(PK) sekitar 1,55% dan serat kasar (SK) 10,44% bahan kering), menjadi pembatas utama pemanfaatan onggok sebagai bahan pakan ternak, baik untuk ternak monogastrik seperti ayam dan bebek,  maupun ternak ruminansia. Seperti sapi, kambing, dan domba. Untuk bisa digunakan sebagai bahan pakan ternak, maka mutu dan kualitas onggok perlu ditingkatkan dengan proses teknologi fermentasi.

C.    Pemanfaatan Onggok sebagai pakan ternak Sapi Perah
Ransum sapi perah rakyat umumnya terdiri atas jerami atau rumput gajah, ampas tahu, dan pakan konsentrat masing-masing sebanyak 20 kg, 5 kg, dan 5 kg. Substitusi atau penggantian setiap kilogram konsentrat dengan onggok yang telah difermentasi dalam jumlah yang sama bisa meningkatkan rataan hasil produksi susu harian dari 10,56 liter menjadi 14,47 liter, kadar lemak air susu dari 3,90% menjadi 4,90%, serta total padatan dari 11,11% menjadi 12,14%.


D.    Pemanfaatan Onggok Sebagai Pakan Ternak Ayam
Ayam kampung petelur yang dipelihara secara kelompok maupun individu dan diberikan ransum onggok terfermentasi 10%, meningkat produksinya masing-masing 9,7% dan 30,9%. Bobot telur juga meningkat pada ayam yang memperoleh ransum onggok terfermentasi.

E.     Proses pembuatan
Proses pembuatan onggok dilakukan dengan cara fermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger (semacam kapang atau jamur). Ada juga campuran urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik. Ini akan membuat onggok memiliki kandungan energi lebih tinggi sebagai pakan. Proses fermentasi akan membutuhkan waktu sekitar 5-7 hari. Sebelum onggok difermentasikan, terlebih dahulu dijemur di bawah terik matahari.
Untuk fermentasinya, onggok yang telah kering dicampur dengan mineral dan diaduk rata tambahkan campuran air hangat 5-8 liter dan biarkan beberapa menit. Ini untuk menambah unsur mineral dalam onggok. Setelah onggok sudah dingin barulah dicampur Aspergillus niger. Campuran kapang inilah yang membuat onggok memiliki protein tinggi. Setelah didiamkan selama 5-7 hari, onggok diremas-remas dan dikeringkan, baru setelah itu siap dikemas dan dijual ke pabrik pakan ternak.

Pengeringan adalah bagian penting sebelum dilakukan fermentasi pada onggok. Itu sebabnya, proses pengeringan onggok harus betul-betul sempurna dan dilakukan di bawah terik matahari. Pengeringan yang dilakukan di bawah terik matahari akan membuat onggok yang basah berubah bentuk seperti pasir kasar dan berwarna putih, sedangkan onggok yang setengah kering atau masih basah akan berbentuk seperti batu kerikil dengan warna coklat dan hitam.

Memasuki musim hujan, proses pengeringan dengan bantuan oven akan membuat hasil onggok tidak bagus. Inilah yang membuat kualitas onggok berbeda. Makin putih dan kering, harga jual onggok akan makin mahal. Sebagai patokan harga onggok tergantung dari kualitas onggok yang dibedakan para penjualnya berdasarkan warna dan tingkat kekeringan onggok itu sendiri.

F.     Fementasi Onggok Sebagai Pakan Ternak
Salah satu poses yang sedang dirintis Balai Penelitian Ternak untuk meningkatkan mutu dan nilai gizi dari onggok yaitu dengan teknologi fermentasi atau biofermentasi. Proses fermentasi ini bisai dilakukan dengan memakai spora Aspergillus niger (koleksi Balitnak). Proses ini dmulai dengan pembiakan spora pada media potatos dextrose agar (PDA), yang kemudian produksi spora dilakukan secara massal dengan menggunakan media beras yang telah dikukus selama 5(lima) hari pada suhu ruang. Spora yang terbentuk dipanen, dikeringkan pada suhu 45oC dan digiling, untuk selanjutnya siap digunakan.
Setiap 1 kg onggok ditambahkan campuran mineral yang tersusun dari 40 g urea, 5 g MgSO4, 72 g ZA [(NH4)2SO4], 1,5 g KCl, 15 g NaH2PO4 dan 0,75 g FeSO4. Onggok yang telah diberi campuran mineral tersebut selanjutnya diberi serbuk spora satu sendok makan (6-8 g), dan ditambahkan air panas untuk memperoleh kadar akhir adonan 60%. Selanjutnya adonan ditempatkan pada wadah/ baki plastik. Fermentasi dilakukan selama 3-5 hari.
Proses fermentasi yg berhasil ditandai dengan munculnya warna keabuan dan kompak pada permukaan adonan. Apabila ditemukan warna miselium yang kehitam-hitaman, berarti proses fermentasi berlangsung tidak sempurna atau telah terjadi kontaminasi. Onggok yang terfermentasi sempurna kemudian dipanen, dikeringkan, dan digiling untuk selanjutnya digunakan sebagai salah satu bahan baku ransum.
No
Parameter
Tanpa Fermentasi (%)
Setelah Fermentasi(%)
1
Protein Kasar(PK)
2,2
18,6
2
Serat Kasar (SK)
10,8
10,45
3
Abu
2,4
2,6
4
Karbohidrat
51,8
36,2
Fermentasi onggok sudah pula dilakukan dalam skala lapang oleh petani-ternak dengan bimbingan staf Balitnak. Dengan kemauan, ketekunan, dan bimbingan keterampilan, ternyata kualitas hasilnya tidak berbeda dengan yang diperolehdi laboratorium. Onggok yang sudah difermentasi mempunyai inilai gizi yang lebih baik dibanding yang tidak difermentasi. Nilai kandungan protein kasar (PK) akan  meningkat dari 2% menjadi 18% bahan kering, atau  peningkatan nilai nutrisi cukup tinggi yaitu  meningkat 900%. Sementara kandungan serat kasar (SK) onggok yang difermentasi cenderung menurun.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Onggok adalah hasil samping pengolahan singkong menjadi tapioka yang berupa limbah padat utama setelah proses pengepresan. Limbah padat industri tapioka berasal dari proses pengupasan yaitu berupa kulit ubi kayu dan dari proses pengepresan berupa ampas ubi kayu. 
2.      Kandungan pada onggok antara lain :
protein kasar                     : 2,89%
serat kasar                        : 14,73%
abu                                   : 1,21% 
beta-N                              : 80,80%
lemak kasar                      : 0,38% 
air                                     : 20,31%