Kamis, 03 November 2016

MAKALAH TEATER KETOPRAK

A.    Latar Belakang
Ketoprak (bahasa Jawa: kethoprak) adalah sejenis seni pentas drama tradisional yang diyakini berasal dari Surakarta dan berkembang pesat di Yogyakarta,[1] oleh karena itu kesenian ini sering disebut sebagai Ketoprak Mataram.
Pada awal mulanya, ketoprak menggunakan iringan lesung (tempat menumbuk padi) yang dipukul secara berirama sebagai pembuka, iringan saat pergantian adegan, dan penutup pertunjukan sehingga terkenal disebut sebagai Ketoprak Lesung. Dalam perkembangannya, Ketoprak kemudian menggunakan iringan gamelan jawa, dan penggarapan cerita maupun iringan yang lebih rumit.
Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa, meski juga ada cerita fiksi. Banyak pula diambil cerita dari atau berseting luar negeri (yang terkenal adalah cerita sampek engtay). Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata.



Ketoprak yang sering dipentaskan tentu berbeda dengan pementasan lainnya. Ketoprak tidak sama dengan ludruk, tidak sama dengan drama bahasa jawa, dan juga berbeda dengan pementasan teater. Ada banyak pandangan mengenai pengertian mengenai ketoprak. Tetapi pada intinya pandangan-pandangan tersebut mengacu pada pengertian yang sama.
Ketoprak adalah sebuah bentuk teater yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan. Pelaku-pelakunya terdiri dari pria dan wanita. Sedangkan pertunjukannya diiringi dengan gamelan. Gerak laku pemain cenderung realistik walaupun pada awal perkembangannya ada sedikit unsur tari didalamnya. Ada kalanya peranan pria halus dilakukan oleh pemain wanita, tetapi sebaliknya pada masa lalu para pemain pria memerankan peran wanita (Bandem, 1996:30)
Tulisan Kuswadji Kawindrasusanta dalam kertas kerjanya yang disampaikan pada Lokakarya Ketoprak Tahap I tanggal 7 sampai 9 Februari 1974 di Yogyakarta, yang menyatakan bahwa kata Ketoprak berasal dari nama sebuah alat, ialah tiprak. Kata tiprak ini bermula dari prak. Sebab bunyi tiprak adalah prak, prak, prak. (Sudyarsana, 1989:23)
Serat Pustaka Raja Purwa jilid II tulisan pujangga R.Ng. Ranggawarsita, diterbitkan Kolfbunning tahun 1923 halaman 9-10 menyebutkan:
.....tetabuhan ingkang nama kethoprak tegesipun kothekan.
Dalam buku itu pun, pada bagian Sri Tumurun diceritakan, Sri bersedia turun ke dunia apabila disambut dengan prak ketiprak tanpa gending (Sudyarsana, 1989:23)
Demikian pengertian ketoprak berbeda-beda. Dengan pengertian tersebut, ketoprak dapat membedakan dirinya dengan pertunjukan-pertunjukan lain. Didalam ketoprak terdapat pemeranan dan juga pernaskahan. Pemeranan menunjuk lakon yang akan bermain dalam ketoprak. Bagaimana mereka memerankan ketoprak tersebut. Apakah menjiwai atau tidak. Kemudian pernaskahan biasanya digarap oleh skenografer. Naskah ini dapat juga digarap oleh sutradara tetapi lebih baik digarap oleh skenografer. Sehingga sutradara dapat fokus terhadap pekerjaannya menyutradarai ketoprak dan menyeleksi para pemeran atau lakon ketoprak.
Ketoprak adalah satu dari puluhan kesenian tradisional yang masih dapat bertahan hingga sekarang. Kesenian ini lahir sekitar tahun 1920 di Solo, namun mencapai puncaknya di Jogja pada sekitar tahun 1950an.
Semula ketoprak merupakan hiburan rakyat yang diciptakan oleh seseorang di luar kerajaan. Mereka menyiapkan panggung dan berlagak menjadi raja, pejuang, pangeran, putri, dan siapa pun yang mereka inginkan. Pada perkembangannya, hiburan ketoprak juga diminati oleh anggota kerajaan, dan di setiap penampilannya selalu ada pelawak yang membuat ketoprak terasa semakin hidup.
Kesenian yang dalam penyajian atau pementasannya menggunakan bahasa Jawa ini memiliki cerita yang beragam dan menarik. Mirip dengan teater, pertunjukan ini diisi dengan dialog-dialog yang membawa penonton merasakan atmosfir “dunia” Jawa pada masa Raja-Raja berkuasa.
Ceritanya diambil dari mana saja, baik dari sejarah tanah Jawa hingga cerita-cerita fantasi. Penampilannya juga selalu disertai tembang-tembang Jawa yang disisipkan di beberapa bagian cerita, sehingga dapat juga dibilang ketoprak di satu pihak mirip dengan operet. Kostum dan dandanannya menyesuaikan dengan adegan atau lakon.
Pada awalnya, ketoprak menggunakan iringan suara lesung dan alu yang biasa digunakan sebagai alat penumbuk padi. Alat-alat ini menimbulkan suara: prak, prak, prak, yang merupakan asal dari kata ketoprak. Namun saat ini jalan cerita ketoprak diiringi oleh irama gamelan dan keprak yang tak henti. Dan ini sangat menarik dinikmati, terutama apabila memang pertunjukan ketoprak yang disuguhkan meng`ngkat cerita humor yang dapat mengundang tawa.

C.     Jenis-jenis Ketoprak
Beberapa jenis ketoprak antara lain :
1.      Ketoprak Lesung
Sesuai dengan namanya, alat musik yang dipergunakan dalam Ketoprak ini terdiri dari lesung, kendang, terbang dan seruling. Ceritera yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat yang berkisar pada kehidupan di pademangan - pademangan, ketika para demang membicarakan masalah penanggulangan hama yang sedang melanda desa mereka atau ceritera-ceritera tentang Pak Tani dan Mbok Tani dalam mengolah sawah mereka

Oleh karena itu kostum yang dipakaipun seperti keadaan mereka sehari hari sebagai penduduk pedesaan, ditambah dengan sedikit make up yang bersifat realis.
Untuk mementaskan Ketoprak Lesung dibutuhkan pendukung sebanyak ± 22 orang, yaitu 15 orang untuk pemain (pria dan wanita) dan 7 orang sebagai pemusik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana. Vokal untuk mengiringi musik dilakukan bersama-sama baik oleh pemusik maupun pemain.
Pertunjukan Ketoprak Lesung ini menggunakan pentas berupa arena dengan desain lantai yang berbentuk lingkaran. Sampai sekarang Ketoprak Lesung yang ada masih mempertahankan alat penerangan berupa obor, tetapi ada juga pertunjukan Ketoprak Lesung yang menggunakan lampu.
Salah satu perbedaan Ketoprak Lesung dengan Ketoprak Gamelan adalah adanya unsur tari. Pada waktu masuk atau keluar panggung atau kegiatan lain pemain Ketoprak Lesung melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi.
Lama pertunjukan Ketoprak Lesung ini tergantung pada kebutuhan. Bila diminta bermain semalam suntuk maupun setengah malam pemain ketoprak ini akan menyesuaikan diri dengan mengambil lakon yang tepat untuk itu, akan tetapi dengan catatan bahwa pertunjukan hanya dilakukan pada malam hari.

2.      Ketoprak Gamelan
Meskipun merupakan perkembangan lebih lanjut Ketoprak Lesung akan tetapi fungsi pertunjukan Ketoprak Gamelan ini tidak berubah, yaitu sebagai hiburan bagi masyarakat, yang kadang-kadang menyelipkan penerangan penerangan dari pemerintah kepada mereka.
Hanya saja ceritera yang dimainkan dalam Ketoprak Gamelan ini lebih banyak diambil dari ceritera babad tentang kerajaan-kerajaan yang pernah ada, terutama di Jawa. Untuk mementaskan Ketoprak diperlukan pendukung sebanyak kurang lebih 34 orang pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang.
Lama pertunjukan untuk setiap pementasan mencapai 7 sampai 8 jam, dan bisa dilakukan baik siang maupun malam hari. Dalam pertunjukan Ketoprak ini para aktor biasanya berpedoman pada naskah singkat yang dibuat oleh dalang. Naskah ini hanya memuat pedoman tentang adegan apa saja yang harus ditampilkan dari inti dan ceritera yang dipentaskan. Dialog, blocking dan lain-lain permainan di panggung sepenuhnya dilakukan oleh pemain secara improvisasi. Ketoprak ini menggunakan alat musik yang berupa gamelan Jawa lengkap pelog dan slendro, atau slendro saja.
Para pemain Ketoprak memakai kostum dan make up yang bersifat realis sesuai dengan peran dan waktu ketika mereka tampil. Tempat pertunjukan berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi (latar belakang) yang bersifat realis (sesuai dengan lokasi kejadian, misalnya di hutan, di kraton dan lain-lain). Demikian juga dialog yang diucapkan para pemainnya.
Ketoprak Gamelan dapat dikatakan sebagai drama tradisional yang biasanya mengambil ceritera tentang kerajaan-kerajaan tempo dulu. Sebelum permainan utama ketoprak di mulai, biasanya disuguhkan terlebih dahulu pertunjukan extra berupa tari-tarian yang tidak ada hubungannya dengan ceritera yang akan dimainkan.

D.    Pernaskahan
Menurut S.H. Mintarja dalam buku Ketoprak Orde Baru, Pada awalnya naskah ketoprak merupakan catatan-catatan saja yang ditulis dalang di papan tulis yang digantungkan di dalam ruang pemain, sehingga para pemain dapat membacanya. Setelah dalang menuangkan cerita kepada para pemain, maka agar para pemain tidak lupa, sang dalang menulis beberapa catatan. Catatan tersebut mencakup: urutan adegan, nama pemeran di dalam cerita, dan persoalan pokok yang harud diucapkan pemain.
Ketoprak juga merupakan drama yang naskahnya wajib menggunakan bahasa jawa. Entah itu bahasa jawa kuna atau bahasa jawa masa kini, ketoprak wajib menggunakan bahasa jawa. Seperti tulisan Handung Kus Sudaryanto dalam buku Ketoprak orde baru mengatakan bahwa sejak kelahiran ketoprak seputar tahun 1887, bahasa yang digunakannya adalah jawa.
Naskah ketoprak atau naskah drama apapun pada umumnya ditulis oleh skenografer. Menurut buku Menjadi Skenografer dari Citra Smara Dewi hal. 55, kemampuan yang harus dimiliki seorang skenografer yaitu:
1.              Kreatif
2.              Kemampuan Visualisasi
3.              Penguasaan Ruang
4.              Mampu bekerja dalam tim
5.              Menguasai teknologi
6.              Memahami seni budaya.
Kemampuan tersebut wajib dimiliki oleh skenografer atau para penulis naskah menurut Citra Smara Dewi. Dalam menulis naskah hal-hal yang perlu dipersiapkan (Asura, 2005:9) sebagai berikut:
1.      Menangkap Ide.
Ide atau gagasan ibarat barang produksi di sebuah pabrik, bisa diusahakan terus mengalir untuk menjaga rantai produksi agar tetap berlangsung.


2.      Dari Ide ke Dalam Cerita
Tuang ide tersebut ke dalam gagasan dan susun dengan baik, sebelum kemudian disusun menjadi naskah yang sempurna.
Seni peran atau acting juga harus didalami dalam pementasan ketoprak. Akting yang baik akan membuat baik pula pementasan. Sehingga penonton diharapkan menyukai pementasan ketoprak tersebut. Ada bebera hal yang harus diperhatikan dalam peran. Diharapkan dapat memberikan umpan balik yang baik bagi penonton. Yang diperlukan dalam peran ketoprak yaitu:
1.      Bakat
Sepatutnya diyakini bahwa bakat berhubungan besar dengan sesuatu yang nyata dan ada secara khusus dalam diri seseorang secara pribadi (Tambayong, 2000:10)
2.      Kemauan
Adalah melalui kemauan, bakat diuji dengan gambaran semangat dan gairah untuk sekurangnya mengkaji kecenderungan-kecenderungan mendekatkan diri pada kesenian, lantas terlibat dalam kegiatannya, dan akhirnya berkesenian secara sukarela, sukahati, senang. (Tambayong, 2000:11)
3.      Latihan
Bakat seseorang dapat diasah secara terus menerus setiap hari sehingga dapat menjadi ahli.



1.      Ketoprak adalah sebuah bentuk teater yang berlakon dengan unsur-unsur utama dialog, tembang, dan dagelan. Pelaku-pelakunya terdiri dari pria dan wanita
2.      Kesenian ini lahir sekitar tahun 1920 di Solo, namun mencapai puncaknya di Jogja pada sekitar tahun 1950an.
3.      Ketoprak  terbagi dua yaitu ketoprak lesung dan ketoprak gamelan




MAKALAH TEATER LENONG

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
                   Teater lenong termasuk seni pertunjukan rakyat, yang diwariskan bukan saja secara lisan tetapi juga melalui gerak-gerik isyarat. Sudah terkenal di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) yang dihuni oleh orang Betawi sebagai penduduk asli. Tetapi gesekan khong ayan dan tehian dari gambang kromong, yang pertunjukan beberapa dasawarsa lalu mampu memanggil penduduk menembus kegelapan malam untuk menikmati pertunjukan teater lenong semalam suntuk. Kini tidak terasa lagi, bahkan orang Betawinya pun sudah tergusur ke pinggir kota. Mereka kini lebih tertaik pada orkes, dangdut, daripada pertunjukan teater lenong, sehingga teater lenong hampir dilupakan orang.
Pembicaraan mengenai teater lenong. Teater ini terbagi atas empat bagian yaitu, tekhnik pementasan, bentuk pementasan, tata pentas, dan organisasi perkumpulan teater lenong.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.

B.     Sejarah
Lenong merupakan teater rakyat / tradisional. Lenong berasal dari nama salah seorang Saudagar China yang bernama Lien Ong. Konon, dahulu Lien Ong lah yang sering memanggil dan menggelar pertunjukan teater yang kini disebut Lenong untuk menghibur masyarakat dan khususnya dirinya beserta keluarganya. Pertunjukan lenong dibagi atas tiga bagian yaitu sebagai pembukaan dimainkan lagu-lagu berirama Mars secara instrumental untuk mengundang penonton datang. Setelah itu dimainkan lagu-lagu hiburan. Terakhir lakon. Pada awal perkembangannya lenong memainkan cerita-cerita kerajaan, baru kemudian memainkan cerita kehidupan sehari-hari.
            Lenong berkembang sejak akhir abad 19 atau awal abad 20. Seni teater mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi seni yang sama seperti "komedi bangsawan" dan "teater opera" yang sudah ada pada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyatakan bahwa berevolusi dari proses teater lenong musik Gambang Kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak 1920-an.
Pertunjukan lenong biasanya untuk memeriahkan pesta. Dahulu lenong sering ngamen. Pertunjukan ngamen ini dilakukan bukan untuk memeriahkan pesta tetapi untuk memperoleh uang. Penonton yang menyaksikan pertunjukan akan diminta uang sukarela. 
Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an, kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta.Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an.

C.    Jenis-Jenis Lenong
Pada hakikatnya lenong dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1.      Lenong Preman
Lenong Preman diasumsikan cerita berdasarkan sudut pandang masyarakat menengah ke bawah zaman dahulu.
Gaya bahasa yang digunakan cenderung kasar ( bahasa sehari-hari ), seperti elu, gue, bangsat, dan lain sebagainya. Ciri lain lenong preman adalah penggunaan huruf vocal ‘a’ di setiap akhir kata, misal ; ‘ngapa’, ‘mana’, ‘siapa’, dengan pengucapan suku kata terakhir dipanjangkan. Lenong preman masyarakat pinggiran tidak mengenal teks tertulis. Sutradara hanya sekedar menyampaikan sinopsis secara lisan, dan menentukan aktor dan aktris yang akan memainkan tokoh-tokoh dalam cerita. Selebihnya, aktor dan aktris, utama atau pendukung, mengandalkan improvisasi. Yang paling khas dari lenong preman adalah selalu ada perkelahian, karena cerita yang dimainkan tentang jawara,-jagoan kampung dalam sistem kekuasaan masyarakat Betawi- versus centeng,-tukang kepruk yang bekerja untuk tuan tanah.
Biasanya pertunjukan ditampilkan di tempat dimana masyarakat berkumpul. Panggung pertunjukan berupa ‘panggung arena’, yang hanya beralaskan rumput/tikar, dengan penerangan obor/lampu minyak dan dikelilingi oleh penontonyang duduk berkumpul menyerupai tapal kuda. Busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. 
Contoh Lenong Preman : Cerita Si Pitung, Abang Jampang, Wak Item, dan lain-lain.
Lenong preman Betawi tidak bisa diterima masyarakat Betawi Tengah. Penolakan disebabkan beberapa hal. Pertama, lenong preman pinggiran relatif sekulerm dengan kehidupan panjak-nya yang melanggar norma. Panjak adalah pekerja lenong yang terdiri dari aktor, aktris, dan pemain music gambang kromong. Kedua, penggunaan bahasa Betawi rendahan. Orang Betawi tengah memandang sinis bahasa Betawi rendahan yang menurut mereka tak santun. Ketiga, adegan dalam lenong preman pinggiran cenderung mengeksploitasi kekerasan dan tidak mengajarkan etika.
Namun dalam perkembangannya ada proses rekacipta terhadap lenong preman pinggiran. Lenong preman pinggiran ditampilkan dengan dialek Betawi tengah yang lebih santun, serta disesaki muatan relijius di setiap drip,-bagian dari babak dalam lenong. Misalnya, penggunaan kata ‘assalamualikum’ dan tradisi cium tangan dengan orang yang lebih tua. Bahasa yang digunakan juga relatif santun, dengan huruf vocal ‘e’ di akhir kata, dan kental pengaruh Arab. Misalnya, ‘ane’, ‘ente’, ‘kite’, untuk menyebut saya, kamu, dan kita.

2.      Lenong Denes (dinas)
Adalah pertunjukan teater dimana cerita berisi mengenai dinamika pemerintah yang saat itu dipegang oleh penjajah. Namun demikian, cerita yang diusung tetap mengenai sisi perlawanan masyarakat terjajah. Gaya bahasa yang digunakan cenderung halus, seperti saya-anda, tuan, dan lain-lain.
Lenong Denes diasumsikan berdasarkan sudut pandang golongan menengah atas. Aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, Contoh lenong denes : Cerita 1001 malam, dan lain-lain.

D.    Alat musik pengiring Lenong
Sejak awal keberadaannya, Pertunjukan lenong diiringi oleh gambang kromong, maka gambang kromong disebut sebagai orkes pengiring. Gambang kromong banyak dipengaruhi oleh unsur alat musik Cina. Alat musik itu antara lain : tehyan, kongahyan dan sukong. Selebihnya alat musik kempor, ningnong dan kecrek. Kuatnya unsure cina ini, karena dahulu orkes gambang kromong dibina dan dikembangkan oleh masyarakat keturunan cina.

E.     Lakon
Dalam lakon lenong, skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela.

F.     Bahasa yang digunakan 
Dalam pementasannya, Lenong Betawi biasanya menggunakan bahasa melayu atau yang sekarang sering disebut bahasa Indonesia tetapi menggunakan dialek khas betawi.

G.    Teknik Pementasan Teater Lenong Daerah Betawi
Teater Lenong Betawi terbagi atas 4 bagian. Tapi yang akan Penulis bahas dalam bagian ini adalah Teknis Pementasan Dalam Teater Lenong Betawi. Yang Penulis bahas adalah :
1.      Penyutradaraan
Sutradara adalah orang yang akan bertanggung jawab terhadap lakon yang dipentaskan baik itu berupa pemilihan cerita atau mengatur babak yang akan ditampilkan berdasarkan waktu dan jumlah pemain yang tersedia. Peran Sutradara biasanya diangkat oleh pemimpin dan pemilik perkumpulan yang bebas menentukan lakon yang akan dipentaskan. Biasanya cerita dalam pertunjukan teater lenong tidak ditentukan oleh si empunya hajat seperti halnya pada pertunjukan wayang kulit. Meskipun pemimpin perkumpulan biasanya juga merangkap sebagai Sutradara yang menentukan jalannya pertunjukan, tetapi tidak semua pertunjukan teater lenong mempunyai kebiasaan penyutradaan seperti yang telah disebutkan. Misalnya yang terjadi pada Perkumpulan Teater Lenong Setia Kawan boleh dikatakan bahwa seluruh anggota perkumpulan itu dapat merangkap peran sebagai Sutradara.
2.      Struktur Pertunjukan
Bagian ini akan membicarakan tentang struktur pertunjukan yang membangun suatu cerita. Struktur pertunjukan itu sendiri merupakan bagian-bagian pertunjukan saling terikat yang dapat dibagi kedalam 3 bagian pokok yaitu :
a.       Pembukaan
Suatu Pertunjukan Teater Lenong Betawi dibuka denga lagu-lagu instrumentalia, gambang kromong pada pembukaan ini berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa di sana ada Pertunjukan Teater Lenong. Selain berfungsi sebagai undangan bagi masyarakat sekitar yang tidak menerima undangan resmi si empunya hajat, dan juga merupakan pemberitahuan bagi para pedagang. Undangan yang disebarkan melalui gema musik gambang kromong ini bertujuan supaya lebih banyak orang yang datang menonton pertunjukan atau lebih banyak pedagang yang datang, karena biasanya mereka akan menambah semarak suasana pertunjukan.
Teater lenong mengisi pembukaan dengan lagu-lagu instrumentalia gambang kromong, tetapi kwantitas gambang kromong yang diperdengarkan berbeda dari satu perkumpulan lagu-lagu instrumentalia gambang kromong merupakan sebagai tanda dimulainya pertunjukan teater lenong, mulai diperdengarkan kira-kira pukul 20.15. Irama gambang kromong yang biasanya dipertunjukkan adalah khong gi lok.
b.      Hiburan
Setelah lagu-lagu instrumentalia gambang kromong melanjutkan pertunjukan dengan satu acara yang mereka namakan hiburan. Hiburan yang mengisi acara di antara pembukaan, dan cerita, merupakan pertunjukan nyanyi, dan penyanyi yang penyanyinya menyanyikan lagu-lagu berirama, orkes, dan disertai dengan joget. Acara hiburan yang dimulai kira-kira pada pukul 21.30. Pada acara ini penonton menuliskan nama lagu (lagu orkes) dalam selembar kertas yang diisi uang ala kadarnya. Untuk dikirimkan pada seseorang disertai dengan berbagai ucapan
c.       Cerita
Cerita dalam pertunjukan teater lenong baru dimulai pada pukul sepuluh malam dan akan mengakhiri pertunjukan beberapa menit sebelum saat Sholat Subuh tiba. Dan ada juga yang mengakhiri pertunjukan pada pukul 03.00 dini hari.
Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya cerita yang akan dipentaskan ditentukan oleh Sutradara, yang akan membagi cerita itu ke dalam beberapa babak. Banyaknya babak tergantung dari luasnya cerita. Babak terbagi ke dalam tiga bagian pokok, yaitu babak pertama, kedua, dan ketiga.
·         Babak Pertama
merupakan pendahuluan yang akan mengantarkan cerita. Dalam hal ini ditampilkan tokoh-tokoh utama yang memegang peranan penting dalam cerita
·         Babak Kedua
merupakan pertemuan dari paling sedikitnya kelompok yang bermasalah dan persoalan yang ada dalam cerita juga mulai tampak jelas.
·         Babak Ketiga
merupakan pemecahan masalah

3.      Tipe dan Sifat Cerita
Cerita yang dipentaskan dalam pertunjukan teater lenong bersifat melodrama yang dijalankan dengan unsur komedi. Sifat komedi pertunjukan ini justru kelihatan menonjol inti cerita. Adalah pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Diakhir cerita, pihak jahat tampak mengalami kekalahan, sedangkan pihak baik sebelum menemukan kebahagiaan terlebih dahulu harus berhasil mengatasi kesengsaraan.
Menurut pengamatan, banyak dari pertunjukan teater lenong yang berkahir tanpa menyelesaikan jalan cerita, karena waktu. Waktu pertunjukan banyak disita oleh selingan. Cerita-cerita teater lenong dapat dibedakan ke dalam dua tipe yaitu :
a.       Cerita Riwayat
Merupakan suatu tipe cerita yang biasanya berkisar tentang kehidupan pahlawan-pahlawan setempat atau kejahatan yang pernah timbul di daerah mereka dan tetap tinggal dalam ingatan.
b.      Cerita Karangan
Timbul dari hasil pikiran para seniman teater lenong, terutama Sutradaranya. Ide cerita dari tipe ini mereka ambil dengan mengundur dari komik, film, dan pertunjukan-pertunjukan lenong yang diselenggarakan oleh perkumpulan-perkumpulan lain.
































BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.
2.      Teater Lenong Betawi merupakan kesenian budaya Indonesia yang cukup digemari masyarakat.
3.      Teknik-teknik pementasan dalam teater Lenong Betawi yaitu penyutradaraan sebagai orang yang bertanggung jawab pada lakon yang dipentaskan, struktur pertunjukan sebagai bagian-bagian yang terikat yaitu ; Pembukaan, Hiburan dan cerita. Selain itu juga terdapat teknis tipe dan sifat cerita sebagai cerita yang akan dipentaskan pada pertunjukan.
4.      Teater lenong juga termasuk pertunjukan rakyat dari beberapa dasawarsa lalu yang diwariskan oleh orang Betawi.

B.     Saran
1.      Hendaknya Teater Lenong Betawi tidak dilupakan dan terus dilestarikan oleh generasi muda.
2.      Pemerintah harus mempromosikan Teater Lenong Betawi ke seluruh Indonesia.
3.      Menghimbau kepada generasi muda untuk menjaga nama baik kesenian Indonesia.














Rabu, 02 November 2016

MAKALAH TEATER RAMBAI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Randai adalah salah satu permainan tradisional di Minangkabau yang dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian melangkahkan kaki secara perlahan, sambil menyampaikan cerita dalam bentuk nyanyian secara berganti-gantian. Randai menggabungkan seni lagumusiktaridrama dan silat menjadi satu.
Randai dipimpin oleh satu orang yang biasa disebut tukang goreh, yang mana selain ikut serta bergerak dalam lingkaran legaran ia juga memiliki tugas yang sangat penting lainya yaitu mengeluarkan teriakan khas misalnya hep tah tih untuk menentuak cepat atau lambatnya tempo gerakan dalam tiap gerakan. Tujuannya agar Randai yang dimainkan terlihat rempak dan menarik serta indah dimata penonton Randai tersebut. Biasanya dalam satu group Randai memiliki tukang goreh lebih dari satu, yang tujuannya untuk mengantisipasi jika tukang goreh utama kelelahan atau kemungkinan buruk lainnya, karena untuk menuntaskan satu cerita Randai saja bisa menghabiskan 1 hingga 5 jam bahkan lebih.
Cerita randai biasanya diambil dari kenyataan hidup yang ada di tengah masyarakat. Fungsi Randai sendiri adalah sebagai seni pertunjukan hiburan yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasihat. Semua gerakan randai dituntun oleh aba-aba salah seorang di antaranya, yang disebut dengan janang
Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan, Tanah Datar ketika mesyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu, di mana dalam Randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti cerita Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat yang biasanya diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri.
Pada awalnya Randai adalah media untuk menyampaikan kaba atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan silat Minangkabau. Namun dalam perkembangannya, Randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela.
Randai ini dimainkan oleh pemeran utama yang akan bertugas menyampaikan cerita, pemeran utama ini bisa berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlansungnya acara tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

A.        Pengertian dan Unsur Seni Dalam Randai di Minangkabau
Randai adalah kesenian khas Minangkabau yang dilaksanakan dalam bentuk teater arena (pertunjukkan arena).
Unsur kesenian yang terdapat dalam randai yaitu :
·         Seni drama
·         Seni suara
·         Seni tari
·         Seni musik
Sumber cerita dalam randai adalah Kaba yang bertemakan Budi, Malu, Susila, Pendidikan dan menanamkan kesadaran berbangsa. Jadi randai merupakan seni yang kompleks.
Randai disebut kesenian khas Minangkabau. Pernyataan ini memang tepat oleh karena hanya di Minangkabau saja yang memiliki kesenian ini, di daerah lain tidak ada dan tidak dikenal kesenian randai. Jadi, randai disebut kesenian khas Minangkabau, karena hanya Minangkabau yang memilikinya.

Pengertian dan Unsur Seni Dalam Randai di Minangkabau

B.         Unsur-Unsur Randai
Didalam pertunjukkan randai terdapat beberapa unsur :
1.            Unsur tari, yang berfungsi sebagai pelengkap nyanyian yang didendangkan gerak-geriknya selaras dengan alunan bunyi dan gerak tarinya diambil dari gerakan silat
2.            Unsur dendang, dinyanyikan dalam beberapa adegan untuk menyambung cerita yang terpotong. Dendang berfungsi sebagai pengatur cerita dan untuk menyambung cerita yang terpotong (terdiri dari lima legaran. Sesudah lima legaran, dendang masuk kegiatan yaitu :
1)            Untuk persembahan.
2)            Mengatur adegan
3)            Penyampaian cerita
4)            Pembentuk cerita
5)            Penutup cerita
3.            Unsur seni suara, dibawakan dalam setiap adegan dalam randai, dimainkan dengan beberapa orang lakon yaitu 12 s/d 20 orang.
4.            Unsur sastral : berupa cerita yang dibawakan dalam randai, bersumber dari kaba atau cerita rakyat Minangkabau, disampaikan dalam bahasa Minangkabau.
5.            Unsur kerawitan: yang melengkapi permainan randai, alat musik yang sering digunakan adalah :
a.              Saluang
b.              Talempong
c.              Pupuik batang padi

C.        Ciri-Ciri Randai
Kesenian randai merupakan kesenian rakyat Minangkabau. Kesenian ini bentuknya merupakan teater tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.            Cerita yang dimainkan dalam randai adalah cerita yang populer dan dikenal dalam masyarakat, terutama yang bersumber dari kaba (diceritakan oleh publik yang didendangkan oleh tukang kaba).
2.            Pertunjukkan dilakukan bukan hanya dengan percakapan (dialog) tetapi juga dengan nyanyian (dendang) dan tari.
3.            Nilai dramatik dilakukan spontan dan dapat menjadi satu dalam adegan yang sama antara sedih dan gembira, antara menangis dan tertawa.
4.            Selalu ada adegan atau “moment” yang melahirkan suasana komik.
5.            Menggunakan musik kerawitan sebagai musik pelengkap atau pengiring.
6.            Penonton menjadi satu dan intim dengan pemain.
7.            Pementasan dilakukan di tempat terbuka atau arena.
8.            Lamanya pertunjukkan tidak terbatas tergantung keinginan penyelenggara. Dengn kata lain randai dapat dianggap sebagai seni pertunjukkan di Minangkabau dengan menampilkan cerita yang umumnya bersumber dari Kaba.

D.        Gerak Tari Dalam Randai
Gerakan tari dalam randai umumnya berupa gerakan dasar pencak silat.
Sebelum pertunjukkan dimulai biasanya dibunyikan peralatan musik. Gunanya adalah untuk memanggil orang atau tanda bahwa pertunjukkan akan dimulai.
Seorang berdiri di arena, berarti randai telah dimulai. Orang ini disebut Janang.
Janang berfungsi sebagai pembantu tarian dalam randai. Apabila janang mengucapkan kata “Hepta”, maka semua pemain masuk ke tengah gelanggang permainan.
Pemain membalas empat kali dengan kata “Hepta” dan setelah itu pemain maju ke depan dan balik kebelakang dengan gerakan gelombang. Setelah itu pemain maju ke depan dan balik ke belakang dengan berformasi lingkaran sambil melakukan gerakan pencak dengan langkah maju mundur ke dalam memperkecil lingkaran dan keluar memperbesar lingkaran serta di ulang sebanyak empat kali. Ini merupakan penerapan langkah sambilan, yaitu merupakan bunga dari pada gerakan silat.
E.         Alur Cerita Dalam Randai
Pada mulanya alur cerita dalam randai dilakukan lewat nyanyian, sajak, setelah selesai menyanyikan sebuah adegan cerita lalu mereka duduk jengkang dalam lingkaran, lalu terdengar suara gurindam bersahut-sahutan. Gurindam dalam randai adalah merupakan persembahan sebagai salam dan bahwa randai di mulai.
Pemain berdiri dalam posisi pitanggo serong (sikap pasang kuda-kuda). Setelah lingkaran terbentuk, maka adegan randai siap dimainkan. Para pemain menari di sekeliling lingkaran sambil bernyanyi dan bertepuk ke tengah lingkaran serta memukul pisak kaki celana dengan kuat.
F.         Dialog Dalam Randai
Dialog dalam randai dilakukan dalam bahasa Minangkabau, biasanya memakai prosa, liris dalam bentuk pantun yang kadang-kadang mengandung kiasan, misalnya dialog antara anak dengan ibunya.
Kehidupan budaya masyarakat Minangkabau, dapat tercermin dari pertunjukkan randai, baik dialog yang diucapkan yang penuh dengan pantun dan syair serta prosa liris yang berupa untaian bait yang masing-masing bait umumnya terdiri dari empat baris, dua baris berisi sampiran, sedangkan dua lainnya berisi maksud yang sebenarnya. Dalam pertunjukkan randai hal itu meskipun tidak terlalu ketat namun masih terasa bahwa mereka menyadari perlunya bait-bait tersebut untuk menjaga irama-irama pertunjukkan agar sesuai dengan gurindam dan dendang yang ada.
Karena sifatnya yang liris, yang teringat dengan jumlah suku kata dan adanya sajak, syair, pantun, maka kaba selalu didendangkan. Didalam randai bagian-bagian cerita yang didendangkan inilah yang disebut gurindam. Gurindam dan tari yang bersumber dari gerak silat inilah yang menjadi ciri khas randai sebagai Teater Tradisi Minang.
Cerita yang dimainkan umumnya dari kaba yang ada, yang merupakan bentuk sastra lisan di Minangkabau yang terkenal. Kaba-kaba yang populer umumnya cerita yang dihidangkan sudah dikenal oleh masyarakatnya, bahkan grup randai sering memakai nama cerita, misalnya Grup Randai Magek Manadin, Grup Randai Anggun nan Tongga, Grup Randai Rambun Pamenan, dan Grup Randai Gadih Rantin. Padahal semua itu adalah cerita-cerita yang populer dan digemari oleh rakyat Minang. Cerita Rakyat, dongeng, legenda, dan lain sebagainya.

G.        Sejarah dan Perkembangan Randai Pada Masa Sekarang
Randai dalam sejarah Minangkabau memiliki sejarah yang lumayan panjang. Konon kabarnya ia sempat dimainkan oleh masyarakat Pariangan Padang Panjang ketika masyarakat tersebut berhasil menangkap rusa yang keluar dari laut. Randai dalam masyarakat Minangkabau alah suatu kesenian yang dimainkan oleh beberapa orang dalam artian berkelompok atau beregu, dimana dalam randai ini ada cerita yang dibawakan, seperti Cindua Mato, Malin Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Randai ini bertujuan untuk menghibur masyarakat biasanya diadakan pada saat pesta rakyat atau pada hari raya Idul Fitri.
Randai ini dimainkan oleh pemeran utama yang akan bertugas menyampaikan cerita, pemeran utama ini bisa berjumlah satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dibawakan, dan dalam membawakan atau memerankannya pemeran utama dilingkari oleh anggota-anggota lain yang bertujuan untuk menyemarakkan berlangsungnya acara tersebut.
Sekarang randai ini merupakan sesuatu yang asing bagi pemuda-pemudi Minangkabau, hal ini dikarenakan bergesernya orientasi atau kegemaran dari generasi tersebut. Randai terdapat di Pasisir dan daerah Darek (daratan).
Pada awalnya randai adalah media untuk menyampaikan kaba atau cerita rakyat melalui gurindam atau syair yang didendangkan dan galombang (tari) yang bersumber dari gerakan-gerakan silat Minangkabau. Namun dalam perkembangannya randai mengadopsi gaya penokohan dan dialog dalam sandiwara-sandiwara, seperti kelompok Dardanela. Jadi, randai awalnya adalah media untuk menyampaikan cerita-cerita rakyat, dan kurang tepat jika randai disebut sebagai Teater tradisi Minangkabau walaupun dalam perkembangannya randai mengadopsi gaya bercerita atau dialog teater atau sandiwara.







BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Randai adalah kesenian khas Minangkabau yang dilaksanakan dalam bentuk teater arena (pertunjukkan arena).
2.      Unsur kesenian yang terdapat dalam randai yaitu :
·         Seni drama
·         Seni suara
·         Seni tari
·         Seni musik
3.      Ciri-ciri Randai
·         Cerita yang dimainkan dalam randai adalah cerita yang populer dan dikenal dalam masyarakat, terutama yang bersumber dari kaba (diceritakan oleh publik yang didendangkan oleh tukang kaba).
·         Pertunjukkan dilakukan bukan hanya dengan percakapan (dialog) tetapi juga dengan nyanyian (dendang) dan tari.
·         Nilai dramatik dilakukan spontan dan dapat menjadi satu dalam adegan yang sama antara sedih dan gembira, antara menangis dan tertawa.
·         Selalu ada adegan atau “moment” yang melahirkan suasana komik.
·         Menggunakan musik kerawitan sebagai musik pelengkap atau pengiring.
·         Penonton menjadi satu dan intim dengan pemain.
·         Pementasan dilakukan di tempat terbuka atau arena.
·         Lamanya pertunjukkan tidak terbatas tergantung keinginan penyelenggara. Dengn kata lain randai dapat dianggap sebagai seni pertunjukkan di Minangkabau dengan menampilkan cerita yang umumnya bersumber dari Kaba.

B.     SARAN
Dengan adanya makalah ini kelompok harapkan akan menambah wawasan kita kita tentang teater tradisiional rambai yang ada di Minang Kabau Sumatra Barat.