BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan
keanekaragaman hayati, misalnya ikan lele (Clarias Batrachus). Budidaya ikan
lele sudah banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama dengan semakin
maraknya Usaha Warung Pecel Lele di Daearh sekitar Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Ikan lele sudah sejak lama menjadi
salah satu komoditas perikanan yang sangat populer di kalangan masyarakat.
Sebelum tahun 1990-an, menurut masyarakat, ikan lele merupakan
binatang yang mengelikan dengan bentuk seperti sular dan hidup di tempat yang
kotor. Tetapi saat ini pamor ikan lele menjadi naik. Kepopuleran ikan lele
tidak hanya di dalam negeri saja. Menurut warta Pasar Ikan (2006) bahwa di
Melbourne, Australia masyarakatIndonesia mulai memperkenalkan
komoditar teresbut pada masyarakat tersebut.
B.
Tujuan
a. Sebagai
bahan makanan
b. Ikan
lele jenis C. Batrachus juga bisa dimanfaatkan sebagai ikanpajangan atau
hiasan.
c. Ikan
lele yang di pelihara di sawah dapat bermanfaat untuk memberantas hama padi
berupa serangga air. Karena merupakansalah satu makanan alami ikan lele.
d. Ikan
lele juga dapat diramu dengan berbagai macam obat lain untuk mengobati penyakit
asma, menstruasi (datang bulan tidak teratur),hidung berdarah, kencing berdarah,
dll.
e. Selain
itu, banyak mengkonsumsi ikan lele juga dapat menyehatkan jantung. Karena ikan
lele lebih banyak mengandung omega 3 dibanding dengan jenis ikan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dasar
Teori
Lele merupakan salah satu komoditas unggulan. Pengembangan
usahanya dapat dilakukan mulai dari benih sampai ukuran konsumsi. Setiap segmen
usaha ini sangat menguntungkan. Selain untuk konsumsi lokal, pasar lele telah
mulai di ekspor dan permintaannya cukup besar.
Tingkat kenaikan produksi lele konsumsi secara Nasional
kenaikannya sebesar 18,3 % per tahun. Pada tahun 1999 produksi lele sebesar
24.991 ton Pada tahun 2003 produksi lele sebesar 57.740 ton.
Revalitas lele sampai dengan akhir tahun 2009 diperkirakan
mencapai produksi 175.000 ton atau meningkat rata-rata 21,64 % pertahun.
Tingkat kebutuhan benih lele juga meningkat pesat. Pada
tahun 1999 dibutuhkan 156 juta ekor, pada tahun 2003 dibutuhkan 360 juta ekor,
sedangkan pada akhir tahun 2009 diperkirakan akan dibutuhkan 1,9 milyar ekor
atau meningkat 46 % per tahun.
B.
Jenis-jenis
Lele yang Dibudidayakan
Jenis lele yang banyak dibudidayakan
di Indonesia dan dijumpai di pasaran saat ini adalah ikan lele dumbo
(Clarias Gariepinus). Dalam kegiatan budidaya secara intensif, ikan lele
didorong untuk tumbuh secara maksimum hingga mencapai ukuran optimal. Lele
dumbo merupakan komoditas yang dapat dipelihara dengan padat tebar tinggi dalam
lahan terbatas (hemat lahan) di kawasan marginal dan hemat air. Untuk kolam
ukuran 15 m2 lele dumbo dapat ditebar sebanyak 5.250 ekor benih. Selama 2,
5 bulan dapat diproduksi lele sebanyak 450 kg dengan nilai fcr (Fed Caonversion
Ratio) satu.
Sementara itu, lele lokal (Clanius Batracus) sudah langka
dan jarang ditemukan karena pertumbuhannya sangat lambat dibandingkan lele
dumbo. Secara umum, sosok lele lokal mirip dengan lele dumbo, hanya ukuran
tubuhnya tidak sebesar lele dumbo. Dalam makalah ini akan banyak dibahas
tentang lele dumbo, khususnya pula tahap pembenihan dan pembesaran.
C.
Hal
yang diperhatikan Sebelum Melakukan Budidaya Ikan Lele
1. Spesies
dan Kondisi Lingkungan Lokasi Budidaya
Pemilihan spesies untuk budidaya dan sistem budidaya yang akan dilakukan
terngantug pada tujuan budidayanya: apakah untuk: konsumsi lokal atau untuk
eksport olah raga ( pemancingan ), umpan hidup, restocking perairan umum,
daur ulang limbah dan sebagainya. Menentukan jenis atau spesies yang akan
dipelihara dan sistem budidaya yang akan diterapkan harus berdasarkan pendugaan
tentang kebutuhan nasional akan produk budidaya. Kondisi ekologi dan sosial
ekonomi daerah juga perlu diperhatikan.Iklim, terutama variasi temperatur dan
curah hujan, kualitas air serta kondisi lokasi yang tersedia untuk kegiatan
budidaya [enting untuk diperhatikan dalam membuat keputusan.
2. Lokasi
Budidaya
Perkiraan kasar tentang lokasi yang tersedia untuk budidaya diperlukan
untuk menentukan jenis kegiatan yang dapat dikembangkan. Dalam hal ini, survei
pemilihan lokasi perlu dilakukan sebelum menentukan tempat yang akan digunakan
untuk pengembangan budidaya. Informasi tentang sumber air dan biaya untuk
instalasi pengaliran air ( jika diperlukan ) sangat perlu diperhatikan.
Jika kegiatan budidaya perairan tergantung pada pemupukan atau pakan
alami, maka diperlukan data tentang ketersediaan pupuk organik dan anorganik
serta harganya. Selain itu, jika pemberian pakan buatan dalam budidaya akan
diterapkan, maka diperlukan data tentang pabrik pakan buatan dalam negeri serta
ketersediaan bahan bakunya.
3. Estimasi
Kebutuhan untuk Pasar Lokal dan Ekspor
Pada prinsipnya, data awal yang diperlukan untuk perkembangan budidaya
perairan tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Namun demikian
ada beberapa data dasar yang secara umum diperlukan untuk membuat keputusan.
Estimasi total kebutuhan konsumsi domestik atau kebutuhan eksport produk
perikanan merupakan data awal untuk perencanaan kegiatan budidaya. Data
produk perikanan ini merupakan data produksi realistis yang baik yang berasal
dari hasil penangkapan maupun dari budidaya.
4. Kesukaan
Konsumen
5. Kegiatan
budidaya merupakan tantangan untuk menerapkan konsep modern tentang market
oriented product. Oleh karena itu, sebelum kegiatan budidaya dimulai
diperlukan data tentang kesukaan ( demand ) konsumen baik di pasar
local maupun internasional.
Budidaya ikan lokal yang digemari masyarakat setempat perlu diutamakan
jika tujuan kegiatannya adalah untuk meningkatkan produksi makanan serta
meningkatkan gizi masyarakat di daerah tersebut.Oleh karena itu, informasi
tentang biologi umum ikan lokal yang akan dibudidayakan merupakan data awal
yang di perlukan dalam perencanaan.
Pemilihan lokasi pada kegiatan budidaya perairan skala industri memegang
peranan yang sangat penting, karena kegagalan kegiatan budidaya seringkali
disebabkan oleh lokasi tidak tepat peruntukannya. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan lokasi, antara lain:
·
Pasok dan kualitas air
·
Topografi dan tipe tanah
·
Kriteria lingkungan
·
Fasilitas penunjang ( infrastruktur ), legal
aspek dan keamanan.
1. Sumber
Air
Air yang digunakan untuk pengairan ada empat, yaitu : air hujan
( precipitation), air embun ( dew ), air permukaan
( surface water ), dan air tanah ( ground water ). Dari keempat jenis
air tersebut, hanya air permukaan yang lazim untuk budidaya. Air permukaan
selain kaya akan unsur hara, debitnya juga tetap, seperti air sungai, air
waduk, dan air danau. Air sungai walaupun banyak mengandung unsur hara karena
perjalanannya cukup panjang, tetapi air sungai juga banyak
mengandung waled ( endapan ). Waled sangat potensial mendangkalkan
kolam. Oleh karena itu, sebelum air sungai di gunakan, lebih dahulu difilter,
dengan cara mengalirkan air tersebut kedalam bak pengendapan dan setelah
beberapa hari di bak pengendapan baru air dialirkan ke dalam kolam atau bak
pemeliharaan.
2. Kuantitas
Air
Sumber air yang jelas dan memadai berarti memperjelas kuantitas (jumlah)
air. Sumber air dan kuantitas air dijadikan ukuran untuk memilih wadah
yang tepat untuk digunakan. Air yang dalam seperti di waduk dan danau
dapat dilakukan pemeliharaan suatu kultivan dengan menggunakan wadah sangkar
atau keramba.Sedangkan perairan yang dangkal seperti pada saluran irigasi dan
sungai dangkal sangat cocok untuk pemeliharaan ikan sisrem keramba.Pada bagian
sungai yang dekat muara yang biasanya agak dalam cocok untuk penerapan system
sangkar.
Sedangkan untuk kolam, sumber air yang cocok adalah sungai atau saluran
pengairan lainnya.Idealnya, untuk membangun kolam, air harus tersedia sepanjang
tahun. Sedapat mungkin air ini juga mudah di alirkan ke kolam tanpa memerlukan
alat bantu, karena bila menggunakan alat bantu seperti pompa, tentu akan
menambah biaya operasional maupun pemeliharaan.
3. Kualitas
Air
Selain sumber dan kuantitas (jumlah) harus memadai, air yang digunakan
untuk pemeliharaan ikan juga harus memenuhi kebutuhan optimal ikan.Dengan kata
lain, air yang digunakan kualitasnya harus baik. Ada beberapa faktor yang dapat
dijadikan parameter dalam menilai kualitas suatu perairan, sebagai berikut:
·
Oksigen 4-6 ppm. Pada kandungan oksigen 2 ppm
lele keli masih dapat bertahan, tetapi beberapa penyakit mudah berkembang.
·
Kandungan karbondioksida terlarut maksimal 25
ppm
·
pH air antara 6,7 – 8,6
·
Daya Menggabung Asam (DMA) antara 2 – 4,5
·
Kandungan ammonia kurang dari 0,1 ppm
·
Kandungan asam belerang (H2S) kurang dari
0,1 ppm
·
Kesadahan 3-8 Dgh
·
Suhu air antara 25 – 30o C
·
Kecerahan lebih dari 40 cm
·
Ketinggian 0-600 meter di atas permukaan laut.
·
Muatan suspensi 20-400 ppm
·
Tidak tercemar limbah non-organik.
D.
Teknikn
Budidaya ikan lele
Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
budidaya ikan lele adalah sebagai berikut:
1. Pelepasan
Bibit
Bibit yang dipelihara dalam Pendederan I berukuran sangat
kecil, rentan stres, dan cidera, sehingga pelepasannya harus dilakukan secara
hati-hati.Yang penting untuk diperhatikan adalah kepadatan bibit, yaitu antara
500-750 ekor/m2.Itu berarti kolam berukuran 2 x 3 m (6m2) dapat diisi 3000-4500
bibit lele.
2. Pengaturan
Air
Kualitas air yang digunakan untuk memelihara ikan pada masa Pendederan I
sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kesehatan ikan. Air kolam harus
dijaga sedemikian rupa sehingga tetap bersih.Penggunaan air mengalir dengan
sistem pipa paralon adalah yang paling baik dan efektif karena air kolam yang
keluar langsung diganti dengan air yang bersih.Apabila kolam belum dilengkapi
pipa untuk keluar masuk air, air harus diganti secara manual 2-3 hari sekali,
atau sesuai kebutuhan.
3. Pemberian
Pakan
Bibit berukuran 1-3 cm tentu saja belum dapat makan pelet butiran.Pakan
yang diberikan kepada bibit lele ini harus mengandung cukup banyak protein
untuk mendukung pertumbuhannya.Selama minggu pertama, bibit hanya diberi pakan
alami berupa kutu air (Daphnia sp.) dan cacing sutra (Tubifex sp.).
Baru pada minggu kedua bibit lele mulai diberi pellet 581. Pellet ini
berbentuk seperti tepung.
4. Pengendalian
Hama dan Penyakit
Selain menjaga kualitas air dan memberi pakan, pembudi daya lele juga
harus mencegah masuknya hama dan panyakit. Hama yang sering memakan bibit lele
antara lain ular, burung pemakan ikan, kadal, dan katak. Bilamana hama tersebut
berhasil masuk ke dalam kolam maka dapat dipastikan akan ada banyak bibit yang
hilang.
5. Seleksi
Bibit
Bibit yang telah dipelihara selama 2,5 minggu akan diseleksi untuk yang
pertama kali dengan menggunakan ayakan bibit ukuran 3-5 cm. Bibit-bibit yang
telah mencapai ukuran 3-5 cm dapat dipanen untuk dibesarkan pada Pendederan II,
atau bahkan dapat langsung dijual. Bibit lele yang didapat dari seleksi
pertama disebut Bibir Saringan I. Bibit ini merupakan bibit berkualitas tinggi
karena memiliki keceptatan pertumbuhan yang baik.
6. Persiapan
Induk
Teknik pemijahan intensif sebaiknya dilakukan terhadap induk betina
yang telah memiliki kedewasaan optimal (umur sudah lebih dari 18 bulan) dan
memiliki ukuran yang cukup besar. Denganteknik pemijahan ini, ikan tidak
akan menjalani pembuahan alami, tetapi pemijahan akan dilakukan secara buatan.
Induk betina yang akan dipijahkan setidaknya pernah dipijahkan selama 2 bulan
terakhir. Sementara untuk induk jantan, persyaratannya tidak berbeda dengan
persyaratan induk untuk pemijahan alami.
7. Persiapan
Kolam Penetasan
Pada teknik pemijahan intensif, telur dapat ditempatkan pada kolam
penetasan seperti pada teknik konvensional dan semi-intesif. Bedanya,
tidak diperlukan kakaban atau ijuk. Ukuran kolam penetasan juga sama, yaitu
sekitar 2 x 3 m, 2 x 4 m, atau 3 x 3 m. Ketinggian kolam sekitar 60 cm, diisi
air setinggi 30-40 cm.
8. Penyuntikan
Induk dengan Hipofisa/HCG
Induk yang sudah memenuhi syarat segera disuntikan dengan kelenjar
hipofisa atau HCG (ovaprim). Metode penyuntikannya sama dengan metode pemijahan
konvensional. Induk yang disuntik tidak perlu yang benar-benar telah siap
memijah, karena dengan menyuntikanya menggunakan hipofisa maupun ovaprim, hal
kematangan gonad akan terjadi dengan cepat sehingga induk segera siap memijah.
Setelah disuntik, induk kembali dilepaskan ke kolam induk.
9. Stripping
dan Pembuahan Telur
Proses strpping pada induk betina dapat dilakukan beberapa jam
setelah penyuntikan. Selang waktu antara penyuntikan
dan stripping sangat tergantung suhu air, jika suhu air cukup hangat
(30 °C),stripping dapat dilakukan 7 jam setelah penyuntikan.Sedangkan
apabila suhu air cukup dingin (20 °C), selang waktu antara penyuntikan
dan stripping sekitar 21 jam. Jika suhu terlalu rendah (<20 °C)
atau terlalu tinggi (>30 °C), penyuntikan hipofisa/ovaprim mungkin
akan mengalami kegagalan.
10. Pemeliharaan
Larva
Larva yang baru menetas harus dipelihara di dalam kolam dengan
menggunakan air yang bersih dan dengan aerasi yang baik.Hal itu karena larva
masih sangat rentan terhadap serangan penyakit.Regulator air sebaiknya dipasang
dalam kolam pemeliharaan larva bilamana tidak ada pembaruan air.Ujung selang
penyedot regulator air ditutup dengan kain kassa untuk menghindari tersedotnya
larva ke dalam regulator.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat di ambil dari dari rumusan
permasalahan ini adalah sebagai berikut:
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memulai
kegiatan budidaya perairan, antara lain :
1. Spesies
dan kondisi lingkungan budidaya
2. Lokasi
budidaya
3. Estimasi
kebutuhan untuk pasar lokal dan ekspor
4. Kesukaan
konsumen
5. Sumber
air
6. Kuantitas
air, dan
7. Kualitas
air
Cara – cara budidaya ikan lele, antara lain :
Ø Pelepasan bibit
Ø Pengaturan air
Ø Pemberian pakan
Ø Pengendalian hama dan penyakit
Ø Seleksi bibit
Ø Persiapan induk
Ø Persiapan kolam penetasan
Ø Penyuntikan induk dengan Hipofisa / HCG
Ø Stripping dan pembuahan telur, dan
Ø Pemeliharaan larva
Tidak ada komentar:
Posting Komentar