BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Longser merupakan salah satu
jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan, khususnya di
daerah Bandung. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa sekitar tahun 1915 di
Bandung terdapat sebuah pertunjukan rakyat yang disebut doger. Dalam
perkembangannya doger berubah menjadi lengger kemudian
berubah lagi menjadi longser. Longser cukup berjaya sekitar tahun
1920-1960-an. Pengertian dari longser belum ditemukan secara pasti
apa artinya. Akan tetapi beberapa keterangan mengaitkan pengertian itu dalam kirata
basa. Di dalam bahasa Sunda, ada yang dinamakan kirata basa (akronim)
kependekan dari dikira-kira tapi nyata. Long dari kata melongyang
artinya memandang dan berartinya ada sesuatu rasa, hasrat, atau gairah
seksual. Namun tampaknya pengertian itu hanya dikarang-karang saja karena belum
tentu kebenarannya, terlihat seperti terlalu dipaksakan.
Bentuk pertunjukan longser adalah
teater rakyat yang di dalamnya terdapat unsur tari, nyanyi, lakon yang di
dalamnya sarat dengan lelucon. Biasanya dipertunjukan pada malam hari di tempat
terbuka dengan menggelar tikar. Secara otomatis penonton pun membuat setengah
lingkaran seperti tapal kuda. Di tengah-tengah arena biasanya diletakkan oncor bersumbu
tiga atau lima sebagai alat penerangan. Gamelan diletakkan di belakang yang
sekaligus juga sebagai tempat berganti pakaian oleh anggota rombongan. Walaupun
umumnya pertunjukan malam hari, namun kadangkala dipertunjukan pula siang hari
dengan istilah lain yaitu lontang. Longser biasanya dipertunjukan
dengan cara mengamen, walaupun sekali-kali ada yang nanggap. Waditra (alat
musik) yang digunakan dalam
pertunjukan Longser adalah ketuk,
kendang, dua buah saron, kempyang, kempul, goong, kecrek, dan rebab. Dalam
perkembangannya waditra yang digunakan semakin lengkap yaitu ditambah
dengan terompet, bonang, rincik, gambang, dan jenglong. Yang berlaras salendro.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teater
Longser
Longser adalah
salah satu jenis teater rakyat tatar Sunda yang hidup di daerah Priangan Jawa
Barat.
Sebagai teater
rakyat, Longser dipentaskan di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal
perkembangannya, Longser hampir tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung
yang ditata sedemikan rupa. Di mana terdapat penonton, di sana Longser digelar;
apakah tempat ini alun-alun, terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan.
Menelusuri
sejarah Longser, tidak akan terlepas dari nama Bang Tilil (nama aslinya Akil),
yang dikenal sebagai tokoh Longser. Dalam kurun waktu 1920-1960, Longser Bang
Tilil mencapai puncak kejayaannya.Selain Longser Bang Tilil, salah satu
kelompok Longser yang cukup terkenal adalah Longser Pancawarna yang dipimpin
oleh Ateng Japar (pernah berguru kepada Bang Tilil). Pancawarna didirikan tahun
1939, dan masih eksis sampai sekarang walaupun produktifitasnya menurun.
Sebuah
pergelaran Longser biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh musik), pemain,
bodor (pelawak), dan ronggeng (penari merangkap penyanyi) yang berfungsi daya
tarik tersendiri bagi penonton.
Struktur Longser
biasanya terdiri dari
·
Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa
pertunjukan Longser dimulai.
·
Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki
kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai
lagu persembahan pada
·
arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan
oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
·
Munculnya penari-penari yang diawali dgn
wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari
dgn julukan seperti si Oray, Si Asoy,si Geboy. Goyang pinggul diistilahkan
dengan eplok cendol, tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan)
·
Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian
biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
·
Puncak pertunjukan Longser memainkan sebuah
lakon yang diambil dari kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran,
perceraian.
Musik longser
terdiri dari Kendang, Bonang, rebab, Rincik, Gambang, Saron I dan saron II,
Kecrek, Jengklong, Goong, dan Ketuk yang kesemuanya berlaras Salendro.
Busana yang
dipakai sederhana tapi mencolok dari segi warnanya terutama busana yang dipakai
oleh ronggeng biasanya memakai kebaya dan samping batik, untuk lelaki memakai
baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala . Dalam perkembangannya
Longser dikemas menjadi bentuk Longser moderen dengan memakai naskah dan tidak
menggunakan setting oncor / memakai pengiring karawitan tetapi lebih kepada
perkembangan konsepnya yang diambil dengan garapan baru.
Longser merupakan
salah satu jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan,
khususnya di daerah Bandung. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa sekitar
tahun 1915 di Bandung terdapat sebuah pertunjukan rakyat yang disebut doger. Dalam
perkembangannya doger berubah menjadi lengger kemudian
berubah lagi menjadi longser. Longser cukup berjaya sekitar tahun
1920-1960-an. Pengertian dari longser belum ditemukan secara pasti
apa artinya. Akan tetapi beberapa keterangan mengaitkan pengertian itu dalam kirata
basa. Di dalam bahasa Sunda, ada yang dinamakan kirata basa (akronim)
kependekan dari dikira-kira tapi nyata. Long dari kata melongyang
artinya memandang dan berartinya ada sesuatu rasa, hasrat, atau gairah
seksual. Namun tampaknya pengertian itu hanya dikarang-karang saja karena belum
tentu kebenarannya, terlihat seperti terlalu dipaksakan.
Bentuk
pertunjukan longser adalah teater rakyat yang di dalamnya terdapat unsur tari,
nyanyi, lakon yang di dalamnya sarat dengan lelucon. Biasanya dipertunjukan
pada malam hari di tempat terbuka dengan menggelar tikar. Secara otomatis
penonton pun membuat setengah lingkaran seperti tapal kuda. Di tengah-tengah
arena biasanya diletakkan oncor bersumbu tiga atau lima sebagai alat
penerangan. Gamelan diletakkan di belakang yang sekaligus juga sebagai tempat
berganti pakaian oleh anggota rombongan. Walaupun umumnya pertunjukan malam
hari, namun kadangkala dipertunjukan pula siang hari dengan istilah lain yaitu lontang.
Longser biasanya dipertunjukan dengan cara mengamen, walaupun sekali-kali
ada yang nanggap. Waditra (alat musik) yang digunakan dalam
pertunjukan Longser adalah ketuk, kendang, dua buah saron,
kempyang, kempul, goong, kecrek, dan rebab. Dalam perkembangannya waditra yang
digunakan semakin lengkap yaitu ditambah dengan terompet, bonang, rincik,
gambang, dan jenglong. Yang berlaras salendro.
Dalam
pertunjukan longser ada anggota perempuan yang disebut ronggeng. Salah
seorang di antaranya ada yang disebut Sripanggung. Ia merupakan
bintang atau primadona dari para ronggeng. Para ronggeng menggunakan
kain dan kebaya, juga menggunakan karembong(selendang). Hiasan kepala
bersanggul dihiasi dengan mangle (bunga melati/sedap malam yang
dironce). Asessoris yang dipakai adalah subang (hiasan telinga),
kalung, gelang, cincin, juga bros. Mereka berias tebal (menor). Para ronggeng biasanya
diberi julukan dengan nama ikan seperti Si Jeler, Si Tawes, Si
Sepat, Si Kumpay, dan lain-lain. Para pemain laki-laki menggunakan pakaian jawara, yaitu
menggunakan kampret, kain sarung, dengan ikat barangbang seplak, lengkap
dengan golok yang diselipkan pada sabuk kulit yang lebar, juga menggunakan
gelang bahar dan cincin batu yang besar-besar.
Pertunjukan Longser dimulai dengan masuknya para ronggeng yang
disebut dengan adegan wawayangan atau mamarung yaitu para ronggeng menyanyi
sambil menari.
Hal ini sebagai
salah satu cara yang dilakukan untuk menarik hati penonton. Apabila ada laki-laki
yang tertarik pada salah satu ronggeng, biasanya akan memakaikan apa
saja yang dimilikinya kepada ronggeng. Misalnya: sarung, kopiah, jam
tangan, kaca mata, sapu tangan, dan lain-lain. Bila selesai menari,
barang-barang tersebut dikembalikan kepada yang mempunyai barang tersebut
dengan tebusan uang. Setelah itu, datang bodor untuk mengucapkan terima kasih
kepada para penonton atas partisipasinya. Orang yang jadi bodor biasanya adalah
pemimpin rombongan. Sambil melawak, ia memperkenalkan rombongan juga
Sripanggung serta para ronggeng kepada para penonton.
Selanjutnya, Jawara dan Sripanggung menari
berpasangan kemudian diikuti leh ronggeng yang
lain berpasangan dengan para penonton yang menaksirnya. Penonton juga diperbolehkan meminta lagu
kesenangannya, dengan imbalan memberi uang. Lagu-lagu yang diminta seperti Awi
Ngarambat, Geboy, Berenuk Mundur, dan lagu-lagu Ketuk Tilu yang
lain. Tidak jauh berbeda dengan sajian Ketuk Tilu. Pada acara ini
kadang-kadang terjadi rebutan ronggeng sampai berkelahi. Maka apabila
terjadi perkelahian, pimpinan rombongan berkewajiban untuk melerainya, oleh
sebab itu pimpinan rombongan harus memiliki kemampuan penca. Adegan
selanjutnya adalah menyajikan lakonan. Lakon-lakon yang sering ditampilkan
biasanya diangkat dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Di antaranya adalah Suganda-Sugandi,
Si Keletek jeung Si Kulutuk. Karnadi Anemer Bangkong, Rasiah Geulang
Rantai, Pahatu Lalis, Kelong, dan lain-lain.
Tokoh yang cukup
populer dalam kaitannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan longser di
Bandung adalah Bang Tilil. Nama ini merupakan julukan atau nama beken dari
seorang seniman longser yang bernama Akil. Biasanya nama julukan bagi
seniman-seniman rakyat masa itu mengalahkan popularitas nama aslinya. Nama
julukan para seniman dalam pertunjukan rakyat tersebut biasanya berkaitan erat
dengan kekhasan yang dimiliki oleh seniman tersebut. Tilil itu sendiri adalah
nama burung kecil yang terdapat di daerah-daerahkan rawa. Bang Tilil ini
memiliki suara yang melengking (nyaring) seperti burung tilil.
Antara tahun
1920-an hingga tahun 1960-an Longser Bang Tilil terus mengalami perkembangan
hingga mencapai masa puncaknya. Di samping itu, muncul pula kelompok-kelompok
lain seperti Bang Soang, Bang Timbel, Bang Cineur berasal (Cimahi). Bang Kayu
(Batu Karut), Bang Auf (Kamasan, Sumanta (Cikuda). Tahun 1939 terbentuk grup Longser
Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar. Ateng Japar pada awalnya
bersatu dengan Bang Tilil tetapi kemudian memisahkan diri dengan membentuk grup
baru. Kedua grup ini kemudian membuat komitmen untuk membagi wilayah
pertunjukan. Bang Tilil menguasai daerah Kota Bandung sedangkan Ateng Japar
menguasai daerah di luar Kota Bandung. Kini kelompok-kelompok longser sudah
jarang ditampilkan. Namun demikian sekitar tahun 1990-an muncul longser yang
dikemas menjadi seni pertunjukan oleh mahasiswa teater STSI Bandung.
Terbentuklah kelompok LAP (Longser Antar Pulau).
B.
Asal
Muasal Seni Longser
Banjaran (PBS) - Longser
adalah salahsatu jenis teater rakyat tatar Sunda yang berkembang di daerah
Priangan, tepatnya di Ranca Manyar, Kecamatan Pamengpeuk, Kab.Bandung. Tokoh
yang dikenal pada jamannya ialah Ateng Japar, yang dari kecil sudah menggarap
Longser. Setelah generasi Bang Tilil, Bang Tawes.
Longser
mengalami puncak kejayaan dalam kurun waktu 1920-1960 yang dikenal ialah
Longser Bang Tilil,tumbuh kelompok-kelompok Longser seperti Bang Soang,Bang
Timbel,Bang Cineur (dari Ciamis). Menurut Kirata Longser Long ( melong) dan ser
( rasa / gairah seksual ) . Kelompok terkenal asal daerah kab Bandung adalah
kelompok ateng Japar dengan Pancawarnanya menguasai daerah Kab. Bandung seperti
daerah Pangalengan , Banjaran , Soreang, dan lainnya.
C.
Sruktur
Longser
Sruktur Longser biasanya terdiri
dari :
1. Tatalu
dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser
2. Kidung
sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan
lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada arwah nenek moyang
kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh
Sinden.
3. Munculnya
penari-penari yang diawali dengan wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng
dengan memperkenalkan para penari dengan julukan seperti si Batresi Oray, Si
Asoy,si Geboy. goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol , tari yg
dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan
4. Penampilan
bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng /
kata-kata sehingga penonton tertawa
5. Pertunjukan
Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari kehidupan seharian
seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian . Setiap cerita dibawakan dengan
penuh canda, atau banyolan khas lokal.
D.
Musik
Longser
Musik Longser sebelum berkembang
terdiri dari :
1. kendang
2. terompet
3. rebab
4. saron
5. goong
6. kecrek
Perkembangan selanjutnya menjadi
lengkap :
1. kendang
2. bonang
3. rebab
4. rincik
5. gambang
6. saron
1 saron 2
7. kecrek
8. jengklong
9. goong
10. ketuk
11. kesemuanya
berlaras Salendro
Busana yang dipakai sederhana tapi
mencolok dari segi warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng biasanya
memakai kebaya dan samping batik . Untuk lelaki memakai baju kampret dengan
celana sontog dan ikat kepala . Dalam perkembangannya Longser dikemas menjadi
bentuk Longser moderen dengan memakai naskah dan tidak menggunakan setting
oncor / memakai pengiring karawitan tetapi lebih kepada perkembangan konsepnya
yang diambil dengan garapan baru.
Di Jawa Barat terdapat beragam kebudayaan
Sunda. Menurut Dana Setia yang pernah menjabat Kepala Depertemen Pendidikan dan
Kebudayaan Jawa Barat, sedikitnya terdapat 300 jenis kesenian yang pernah hidup
di masyarakat. Seiring perkembangan sosial masyarakat Sunda, terutama sejak
masuknya beragam budaya lain, kesenian tersebut mulai berguguran, bahkan sudah
ada yang hilang sama sekali. Banyak faktor, baik internal maupun eksternal,
yang menyebabkan hilangnya kesenian tersebut. Terbukanya kehidupan masyarakat
dengan dunia luar yang dicirikan dengan kemajuan dalam bidang transportasi dan
komunikasi seperti internet, telah menjadikan dunia tanpa batas budaya. Budaya
global yang mampu menggerus kelokalan yang dimiliki setiap etnik, di manapun. Berbagai
nilai baru pun merembessampai ke daerah-daerah terpencil. Padahal semua tahu,
bahwa tidak semua nilai baru tersebut bersifat positif. Kalaulah masyarakat
tidak mempunyai filteryang kuat, maka nilai-nilai baru yang bersifat negatif
tersebut tentunya dapat memporakporandakan nilai-nilai lama yang positif dan
telah ada. Oleh karena itu apabila disebutkan bahwa pedokumentasian,
pengembangan dan pembinaan kesenian, salah satunya bertujuan untuk melestarikan
nilai budaya bangsa, maka dalam bentuk yang lain, kesenian dapat dijadikan
sebagai alat ketahanan budaya (Deskripsi Kesenian Jawa Barat, Dibudpar &
PDP).
Berdasarkan catatan terbaru dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat,
saat ini terdapat sekitar 34 jenis kesenian yang masih terpelihara dan hidup di
tengah-tengah masyarakat. Di antaranya, terdapat kesenian Longsér, sebuah
teater rakyat yang hidup dan berkembang di Bandung.
Selain Longsér, di Jawa Barat pun terdapat
beberapa jenis teater tradisional lainnya, seperti Uyeg dari Sukabumi, Ubrug dari
Banten, Matres dari Cirebon, Tarling dari Cirebon, Topeng Banjet dari Karawang,
dan sebagainya. Tiap-tiap jenis kesenian tersebut mempunyai ciri tersendiri,
baik dari cara pementasan maupun peralatan yang digunakan.
Salah satu adegan dalam pertujukan
longser. Jika dibandingkan dengan daerah lain, Longsér mempunyai kemiripan
dengan Lenong dan Srimulat. Perbedaannya, sampai saat ini Longsér menggunakan
bahasa Sunda untuk berkomunikasi dengan penonton. Salah satu ciri khasnya
adalah dengan hadirnya Ronggéng, penari merangkap penyanyi yang mampu menarik
perhatian penonton. Ronggéng biasa menari dengan iringan lagu-lagu Sunda jenis
ketuk tilu.
E.
Longsér
dan Perkembangannya
Belum ada catatan yang akurat, sejak kapan
sebenarnya Longsér menjadi bagian dari kesenian di Tatar Sunda. Bahkan kata
Longsér tidak menpunyai definisi yang jelas. Ada yang menggangap bahwa kata
Longsér kependekan dari “long” (melihat, memandang) dan “ser” (kata untuk
menunjukkan suatu hasrat atau gairah seksual). Namun anggapan tersebut bukanlah
satu-satunya definisi yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.
Bentuk pergelaran Longsér, seperti halnya Lenong Betawi, dibangun dari beberapa
bagian penting yang menjadi ciri khas kesenian tersebut. Sebuah pergelaran
Longsér biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh musik), pemain, bodor
(pelawak), dan ronggéng (penari merangkap penyanyi) yang berfungsi daya tarik
tersendiri bagi penonton. Pada saat pementasan, para pemain membangun cerita
untuk disuguhkan kepada penonton. Pada mulanya, cerita dalam Longsér disusun
sesaat sebelum permainan dimulai. Artinya, tanpa skenario yang jelas, sehingga
kadang-kadang isi cerita menjadi kurang fokus dan lebih cenderung humoristik
Sebagai teater rakyat, Longsér dipentaskan
di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal perkembangannya, Longsér hampir
tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung yang ditata sedemikan rupa. Di mana
terdapat penonton, di sana Longsér digelar; apakah tempat ini alun-alun,
terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan.
Menelusuri sejarah Longsér, tidak akan terlepas dari nama Bang Tilil (nama
aslinya Akil), yang dikenal sebagai tokoh Longsér. Dalam kurun waktu 1920-1960,
Longsér Bang Tilil mencapai puncak kejayaannya. Longsér Bang Tilil hadir
sebagai media hiburan rakyat yang komunikatif. Ketenaran Longsér Bang Tilil,
telah memicu seniman lainnya untuk mendirikan grup tersendiri; di antaranya
Longsér Bang Soang, Bang Timbel, Bang Cineur, Bang Kayu, dan sebagainya. Selain
Longsér Bang Tilil, salah satu kelompok Longsér yang cukup terkenal adalah
Longsér Pancawarna yang dipimpin oleh Aténg Japar (pernah berguru kepada Bang
Tilil). Pancawarna didirikan tahun 1939, dan masih eksis sampai sekarang walaupun
produktifitasnya menurun.
Terdapat pembagian wilayah pertunjukan
antara Bang Tilil dengan Ateng Japar. Bang Tilil menguasai wilayah pertunjukan
kota Bandung (Stasiun, Alun-alun, Tegal Lega, Cicadas, Andir, Cikawao dan
wilayah lain di kota Bandung). Sementara Longsér Ateng japar menguasai wilayah
luar kota Bandung (Pangalengan, Cililin, Banjaran, Soreang, dan lain-lain).
Akibat penjajahan Jepang, banyak seniman Longsér mengungsi. Praktis kegiatan
berkesenian mereka surut sejak itu. Baru pada tahun 1952, ketika Ateng Japar
kembali ke Bandung dari pengungsiannya di Garut, Longsér kembali mengisi ruang
hiburan bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya.
Kesulitan kesenian Longsér untuk bertahan
pun masih terus dialaminya. Ini disebabkan oleh kebijakan penataan tata ruang
kota Bandung, termasuk pemekarannya. Akibatnya, beberapa genre seni pertunjukan
rakyat yang pada saat itu menjadi bagian dari masyarakatnya juga mengalami
kesulitan untuk hidup. Perlahan-lahan wilayah pertunjukan Longsér Bang Tilil
pun menciut dan akhirnya surut. Apalagi setelah Bang Tilil meninggal, punahlah
Longsér yang dipimpinnya.
Sementara itu, Longsér Ateng Japar tetap
eksis berkeliling di wilayah pertunjukannya, walaupun tidak lagi seperti pada
masa kejayaannya dahulu. Dewasa ini, Longsér Ateng japar tidak lagi memiliki
wilayah pertunjukan yang pasti. Bahkan dari hari ke hari semakin surut,
walaupun belum dapat dikatakan punah sama sekali. Longsér Ateng japar tidak
lagi melakukan pertunjukan keliling, dan hanya memenuhi panggilan untuk
menumbuhkan apresiasi para mahasiswa kesenian atau untuk hiburan bagi instansi
yang menganggap Longsér masih layak dijadikan materi hiburan. Belakangan
Longsér Ateng Japar mempreteli keutuhan pertunjukan dan bersedia memenuhi
panggilan untuk hajatan. Longser itu hanya memiliki tarian jenis ketuk tilu dan
jaipongan, dimainkan di sebuah panggung dengan perlengkapan bodor alakadarnya.
Padahal, umumnya Longsér dimainkan di aréna terbuka, menyatu jeung penonton.
Memang belakangan ini, Longsér sering dimainkan di sebuah panggung, baik di
luar bangunan maupun di dalam gedung kesenian.
Namun menurut Wa Kabul, pemimpin Longsér Ringkang Gumiwang, persoalan tempat
tergantung pada kondisi. Sah-sah saja Longsér dimainkan di atas panggung,
seperti seni teater lainnya. Awalnya Longsér memiliki waktu pertunjukkan
tertentu, yaitu pada malam hari, antara pukul 20.00 sampai dan 22.00. Namun
saat ini banyak juga seni Longsér yang dimainkan pada siang hari.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Longser merupakan salah satu jenis
teater rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan, khususnya di daerah
Bandung
2. Longser
adalah salah satu jenis teater rakyat tatar Sunda yang hidup di daerah Priangan
Jawa Barat.
3. Banjaran
(PBS) - Longser adalah salahsatu jenis teater rakyat tatar Sunda yang
berkembang di daerah Priangan, tepatnya di Ranca Manyar, Kecamatan Pamengpeuk,
Kab.Bandung. Tokoh yang dikenal pada jamannya ialah Ateng Japar, yang dari
kecil sudah menggarap Longser. Setelah generasi Bang Tilil, Bang Tawes.
4. Struktur
Longser biasanya terdiri dari
·
Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa
pertunjukan Longser dimulai.
·
Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki
kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai
lagu persembahan pada
·
arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan
oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
·
Munculnya penari-penari yang diawali dgn
wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari
dgn julukan seperti si Oray, Si Asoy,si Geboy. Goyang pinggul diistilahkan
dengan eplok cendol, tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan)
·
Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian
biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
·
Puncak pertunjukan Longser memainkan sebuah
lakon yang diambil dari kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran,
perceraian
B.
Saran
Dengan adanya makalah
ini kelompok harapkan kita bisa lebih mengerti dan memahami tentang Teater
Longser
Tidak ada komentar:
Posting Komentar