Rabu, 02 November 2016

MAKALAH LONGSER

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Longser merupakan salah satu jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan, khususnya di daerah Bandung. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa sekitar tahun 1915 di Bandung terdapat sebuah pertunjukan rakyat yang disebut doger. Dalam perkembangannya doger berubah menjadi lengger kemudian berubah lagi menjadi longser. Longser cukup berjaya sekitar tahun 1920-1960-an. Pengertian dari longser belum ditemukan secara pasti apa artinya. Akan tetapi beberapa keterangan mengaitkan pengertian itu dalam kirata basa. Di dalam bahasa Sunda, ada yang dinamakan kirata basa (akronim) kependekan dari dikira-kira tapi nyata. Long dari kata melongyang artinya memandang dan berartinya ada sesuatu rasa, hasrat, atau gairah seksual. Namun tampaknya pengertian itu hanya dikarang-karang saja karena belum tentu kebenarannya, terlihat seperti terlalu dipaksakan.
Bentuk pertunjukan longser adalah teater rakyat yang di dalamnya terdapat unsur tari, nyanyi, lakon yang di dalamnya sarat dengan lelucon. Biasanya dipertunjukan pada malam hari di tempat terbuka dengan menggelar tikar. Secara otomatis penonton pun membuat setengah lingkaran seperti tapal kuda. Di tengah-tengah arena biasanya diletakkan oncor bersumbu tiga atau lima sebagai alat penerangan. Gamelan diletakkan di belakang yang sekaligus juga sebagai tempat berganti pakaian oleh anggota rombongan. Walaupun umumnya pertunjukan malam hari, namun kadangkala dipertunjukan pula siang hari dengan istilah lain yaitu lontang. Longser biasanya dipertunjukan dengan cara mengamen, walaupun sekali-kali ada yang nanggap. Waditra (alat musik) yang digunakan dalam
pertunjukan Longser adalah ketuk, kendang, dua buah saron, kempyang, kempul, goong, kecrek, dan rebab. Dalam perkembangannya waditra yang digunakan semakin lengkap yaitu ditambah dengan terompet, bonang, rincik, gambang, dan jenglong. Yang berlaras salendro.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teater  Longser
Longser adalah salah satu jenis teater rakyat tatar Sunda yang hidup di daerah Priangan Jawa Barat. 
Sebagai teater rakyat, Longser dipentaskan di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal perkembangannya, Longser hampir tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung yang ditata sedemikan rupa. Di mana terdapat penonton, di sana Longser digelar; apakah tempat ini alun-alun, terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan.
Menelusuri sejarah Longser, tidak akan terlepas dari nama Bang Tilil (nama aslinya Akil), yang dikenal sebagai tokoh Longser. Dalam kurun waktu 1920-1960, Longser Bang Tilil mencapai puncak kejayaannya.Selain Longser Bang Tilil, salah satu kelompok Longser yang cukup terkenal adalah Longser Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar (pernah berguru kepada Bang Tilil). Pancawarna didirikan tahun 1939, dan masih eksis sampai sekarang walaupun produktifitasnya menurun.
Sebuah pergelaran Longser biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh musik), pemain, bodor (pelawak), dan ronggeng (penari merangkap penyanyi) yang berfungsi daya tarik tersendiri bagi penonton. 
Struktur Longser biasanya terdiri dari
·         Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser dimulai.
·         Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada
·         arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
·         Munculnya penari-penari yang diawali dgn wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dgn julukan seperti si Oray, Si Asoy,si Geboy. Goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol, tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan)
·         Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
·         Puncak pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian.
Musik longser terdiri dari Kendang, Bonang, rebab, Rincik, Gambang, Saron I dan saron II, Kecrek, Jengklong, Goong, dan Ketuk yang kesemuanya berlaras Salendro.
Busana yang dipakai sederhana tapi mencolok dari segi warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng biasanya memakai kebaya dan samping batik, untuk lelaki memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala . Dalam perkembangannya Longser dikemas menjadi bentuk Longser moderen dengan memakai naskah dan tidak menggunakan setting oncor / memakai pengiring karawitan tetapi lebih kepada perkembangan konsepnya yang diambil dengan garapan baru.
Longser merupakan salah satu jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan, khususnya di daerah Bandung. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa sekitar tahun 1915 di Bandung terdapat sebuah pertunjukan rakyat yang disebut doger. Dalam perkembangannya doger berubah menjadi lengger kemudian berubah lagi menjadi longser. Longser cukup berjaya sekitar tahun 1920-1960-an. Pengertian dari longser belum ditemukan secara pasti apa artinya. Akan tetapi beberapa keterangan mengaitkan pengertian itu dalam kirata basa. Di dalam bahasa Sunda, ada yang dinamakan kirata basa (akronim) kependekan dari dikira-kira tapi nyata. Long dari kata melongyang artinya memandang dan berartinya ada sesuatu rasa, hasrat, atau gairah seksual. Namun tampaknya pengertian itu hanya dikarang-karang saja karena belum tentu kebenarannya, terlihat seperti terlalu dipaksakan.
Bentuk pertunjukan longser adalah teater rakyat yang di dalamnya terdapat unsur tari, nyanyi, lakon yang di dalamnya sarat dengan lelucon. Biasanya dipertunjukan pada malam hari di tempat terbuka dengan menggelar tikar. Secara otomatis penonton pun membuat setengah lingkaran seperti tapal kuda. Di tengah-tengah arena biasanya diletakkan oncor bersumbu tiga atau lima sebagai alat penerangan. Gamelan diletakkan di belakang yang sekaligus juga sebagai tempat berganti pakaian oleh anggota rombongan. Walaupun umumnya pertunjukan malam hari, namun kadangkala dipertunjukan pula siang hari dengan istilah lain yaitu lontang. Longser biasanya dipertunjukan dengan cara mengamen, walaupun sekali-kali ada yang nanggap. Waditra (alat musik) yang digunakan dalam pertunjukan Longser adalah ketuk, kendang, dua buah saron, kempyang, kempul, goong, kecrek, dan rebab. Dalam perkembangannya waditra yang digunakan semakin lengkap yaitu ditambah dengan terompet, bonang, rincik, gambang, dan jenglong. Yang berlaras salendro.
Dalam pertunjukan longser ada anggota perempuan yang disebut ronggeng. Salah seorang di antaranya ada yang disebut Sripanggung. Ia merupakan bintang atau primadona dari para ronggeng. Para ronggeng menggunakan kain dan kebaya, juga menggunakan karembong(selendang). Hiasan kepala bersanggul dihiasi dengan mangle (bunga melati/sedap malam yang dironce). Asessoris yang dipakai adalah subang (hiasan telinga), kalung, gelang, cincin, juga bros. Mereka berias tebal (menor). Para ronggeng biasanya diberi julukan dengan nama ikan seperti Si Jeler, Si Tawes, Si Sepat, Si Kumpay, dan lain-lain. Para pemain laki-laki menggunakan pakaian jawara, yaitu menggunakan kampret, kain sarung, dengan ikat barangbang seplak, lengkap dengan golok yang diselipkan pada sabuk kulit yang lebar, juga menggunakan gelang bahar dan cincin batu yang besar-besar.
Pertunjukan Longser dimulai dengan masuknya para ronggeng yang disebut dengan adegan wawayangan atau mamarung yaitu para ronggeng menyanyi sambil menari.

Hal ini sebagai salah satu cara yang dilakukan untuk menarik hati penonton. Apabila ada laki-laki yang tertarik pada salah satu ronggeng, biasanya akan memakaikan apa saja yang dimilikinya kepada ronggeng. Misalnya: sarung, kopiah, jam tangan, kaca mata, sapu tangan, dan lain-lain. Bila selesai menari, barang-barang tersebut dikembalikan kepada yang mempunyai barang tersebut dengan tebusan uang. Setelah itu, datang bodor untuk mengucapkan terima kasih kepada para penonton atas partisipasinya. Orang yang jadi bodor biasanya adalah pemimpin rombongan. Sambil melawak, ia memperkenalkan rombongan juga Sripanggung serta para ronggeng kepada para penonton.
Selanjutnya, Jawara dan Sripanggung menari berpasangan kemudian diikuti  leh ronggeng yang lain berpasangan dengan para penonton yang menaksirnya.  Penonton juga diperbolehkan meminta lagu kesenangannya, dengan imbalan memberi uang. Lagu-lagu yang diminta seperti Awi Ngarambat, Geboy, Berenuk Mundur, dan lagu-lagu Ketuk Tilu yang lain. Tidak jauh berbeda dengan sajian Ketuk Tilu. Pada acara ini kadang-kadang terjadi rebutan ronggeng sampai berkelahi. Maka apabila terjadi perkelahian, pimpinan rombongan berkewajiban untuk melerainya, oleh sebab itu pimpinan rombongan harus memiliki kemampuan penca. Adegan selanjutnya adalah menyajikan lakonan. Lakon-lakon yang sering ditampilkan biasanya diangkat dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Di antaranya adalah Suganda-Sugandi, Si Keletek jeung Si Kulutuk. Karnadi Anemer Bangkong, Rasiah Geulang Rantai, Pahatu Lalis, Kelong, dan lain-lain.
Tokoh yang cukup populer dalam kaitannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan longser di Bandung adalah Bang Tilil. Nama ini merupakan julukan atau nama beken dari seorang seniman longser yang bernama Akil. Biasanya nama julukan bagi seniman-seniman rakyat masa itu mengalahkan popularitas nama aslinya. Nama julukan para seniman dalam pertunjukan rakyat tersebut biasanya berkaitan erat dengan kekhasan yang dimiliki oleh seniman tersebut. Tilil itu sendiri adalah nama burung kecil yang terdapat di daerah-daerahkan rawa. Bang Tilil ini memiliki suara yang melengking (nyaring) seperti burung tilil.
Antara tahun 1920-an hingga tahun 1960-an Longser Bang Tilil terus mengalami perkembangan hingga mencapai masa puncaknya. Di samping itu, muncul pula kelompok-kelompok lain seperti Bang Soang, Bang Timbel, Bang Cineur berasal (Cimahi). Bang Kayu (Batu Karut), Bang Auf (Kamasan, Sumanta (Cikuda). Tahun 1939 terbentuk grup Longser Pancawarna yang dipimpin oleh Ateng Japar. Ateng Japar pada awalnya bersatu dengan Bang Tilil tetapi kemudian memisahkan diri dengan membentuk grup baru. Kedua grup ini kemudian membuat komitmen untuk membagi wilayah pertunjukan. Bang Tilil menguasai daerah Kota Bandung sedangkan Ateng Japar menguasai daerah di luar Kota Bandung. Kini kelompok-kelompok longser sudah jarang ditampilkan. Namun demikian sekitar tahun 1990-an muncul longser yang dikemas menjadi seni pertunjukan oleh mahasiswa teater STSI Bandung. Terbentuklah kelompok LAP (Longser Antar Pulau).
B.     Asal Muasal Seni Longser
Banjaran (PBS) - Longser adalah salahsatu jenis teater rakyat tatar Sunda yang berkembang di daerah Priangan, tepatnya di Ranca Manyar, Kecamatan Pamengpeuk, Kab.Bandung. Tokoh yang dikenal pada jamannya ialah Ateng Japar, yang dari kecil sudah menggarap Longser. Setelah generasi Bang Tilil, Bang Tawes.
Longser mengalami puncak kejayaan dalam kurun waktu 1920-1960 yang dikenal ialah Longser Bang Tilil,tumbuh kelompok-kelompok Longser seperti Bang Soang,Bang Timbel,Bang Cineur (dari Ciamis). Menurut Kirata Longser Long ( melong) dan ser ( rasa / gairah seksual ) . Kelompok terkenal asal daerah kab Bandung adalah kelompok ateng Japar dengan Pancawarnanya menguasai daerah Kab. Bandung seperti daerah Pangalengan , Banjaran , Soreang, dan lainnya.
C.    Sruktur Longser
Sruktur Longser biasanya terdiri dari : 
1.      Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser
2.      Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
3.      Munculnya penari-penari yang diawali dengan wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dengan julukan seperti si Batresi Oray, Si Asoy,si Geboy. goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol , tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan
4.      Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
5.      Pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari  kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian . Setiap cerita dibawakan dengan penuh canda, atau banyolan khas lokal.

D.    Musik Longser
Musik Longser sebelum berkembang terdiri dari :
1.      kendang
2.      terompet
3.      rebab
4.      saron
5.      goong
6.      kecrek
Perkembangan selanjutnya menjadi lengkap :
1.      kendang
2.      bonang
3.      rebab
4.      rincik
5.      gambang
6.      saron 1 saron 2
7.      kecrek
8.      jengklong
9.      goong
10.  ketuk
11.  kesemuanya berlaras Salendro

Busana yang dipakai sederhana tapi mencolok dari segi warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng biasanya memakai kebaya dan samping batik . Untuk lelaki memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala . Dalam perkembangannya Longser dikemas menjadi bentuk Longser moderen dengan memakai naskah dan tidak menggunakan setting oncor / memakai pengiring karawitan tetapi lebih kepada perkembangan konsepnya yang diambil dengan garapan baru.
Di Jawa Barat terdapat beragam kebudayaan Sunda. Menurut Dana Setia yang pernah menjabat Kepala Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Barat, sedikitnya terdapat 300 jenis kesenian yang pernah hidup di masyarakat. Seiring perkembangan sosial masyarakat Sunda, terutama sejak masuknya beragam budaya lain, kesenian tersebut mulai berguguran, bahkan sudah ada yang hilang sama sekali. Banyak faktor, baik internal maupun eksternal, yang menyebabkan hilangnya kesenian tersebut. Terbukanya kehidupan masyarakat dengan dunia luar yang dicirikan dengan kemajuan dalam bidang transportasi dan komunikasi seperti internet, telah menjadikan dunia tanpa batas budaya. Budaya global yang mampu menggerus kelokalan yang dimiliki setiap etnik, di manapun. Berbagai nilai baru pun merembessampai ke daerah-daerah terpencil. Padahal semua tahu, bahwa tidak semua nilai baru tersebut bersifat positif. Kalaulah masyarakat tidak mempunyai filteryang kuat, maka nilai-nilai baru yang bersifat negatif tersebut tentunya dapat memporakporandakan nilai-nilai lama yang positif dan telah ada. Oleh karena itu apabila disebutkan bahwa pedokumentasian, pengembangan dan pembinaan kesenian, salah satunya bertujuan untuk melestarikan nilai budaya bangsa, maka dalam bentuk yang lain, kesenian dapat dijadikan sebagai alat ketahanan budaya (Deskripsi Kesenian Jawa Barat, Dibudpar & PDP).
Berdasarkan catatan terbaru dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, saat ini terdapat sekitar 34 jenis kesenian yang masih terpelihara dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Di antaranya, terdapat kesenian Longsér, sebuah teater rakyat yang hidup dan berkembang di Bandung.


Selain Longsér, di Jawa Barat pun terdapat beberapa jenis teater tradisional lainnya, seperti Uyeg dari Sukabumi, Ubrug dari Banten, Matres dari Cirebon, Tarling dari Cirebon, Topeng Banjet dari Karawang, dan sebagainya. Tiap-tiap jenis kesenian tersebut mempunyai ciri tersendiri, baik dari cara pementasan maupun peralatan yang digunakan.

Salah satu adegan dalam pertujukan longser. Jika dibandingkan dengan daerah lain, Longsér mempunyai kemiripan dengan Lenong dan Srimulat. Perbedaannya, sampai saat ini Longsér menggunakan bahasa Sunda untuk berkomunikasi dengan penonton. Salah satu ciri khasnya adalah dengan hadirnya Ronggéng, penari merangkap penyanyi yang mampu menarik perhatian penonton. Ronggéng biasa menari dengan iringan lagu-lagu Sunda jenis ketuk tilu.

E.     Longsér dan Perkembangannya
Belum ada catatan yang akurat, sejak kapan sebenarnya Longsér menjadi bagian dari kesenian di Tatar Sunda. Bahkan kata Longsér tidak menpunyai definisi yang jelas. Ada yang menggangap bahwa kata Longsér kependekan dari “long” (melihat, memandang) dan “ser” (kata untuk menunjukkan suatu hasrat atau gairah seksual). Namun anggapan tersebut bukanlah satu-satunya definisi yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.
Bentuk pergelaran Longsér, seperti halnya Lenong Betawi, dibangun dari beberapa bagian penting yang menjadi ciri khas kesenian tersebut. Sebuah pergelaran Longsér biasanya dilengkapi oleh nayaga (penabuh musik), pemain, bodor (pelawak), dan ronggéng (penari merangkap penyanyi) yang berfungsi daya tarik tersendiri bagi penonton. Pada saat pementasan, para pemain membangun cerita untuk disuguhkan kepada penonton. Pada mulanya, cerita dalam Longsér disusun sesaat sebelum permainan dimulai. Artinya, tanpa skenario yang jelas, sehingga kadang-kadang isi cerita menjadi kurang fokus dan lebih cenderung humoristik

Sebagai teater rakyat, Longsér dipentaskan di tengah-tengah penonton. Bahkan, pada awal perkembangannya, Longsér hampir tidak pernah dipentaskan di sebuah panggung yang ditata sedemikan rupa. Di mana terdapat penonton, di sana Longsér digelar; apakah tempat ini alun-alun, terminal, stasiun, atau bahkan di pinggir jalan.
Menelusuri sejarah Longsér, tidak akan terlepas dari nama Bang Tilil (nama aslinya Akil), yang dikenal sebagai tokoh Longsér. Dalam kurun waktu 1920-1960, Longsér Bang Tilil mencapai puncak kejayaannya. Longsér Bang Tilil hadir sebagai media hiburan rakyat yang komunikatif. Ketenaran Longsér Bang Tilil, telah memicu seniman lainnya untuk mendirikan grup tersendiri; di antaranya Longsér Bang Soang, Bang Timbel, Bang Cineur, Bang Kayu, dan sebagainya. Selain Longsér Bang Tilil, salah satu kelompok Longsér yang cukup terkenal adalah Longsér Pancawarna yang dipimpin oleh Aténg Japar (pernah berguru kepada Bang Tilil). Pancawarna didirikan tahun 1939, dan masih eksis sampai sekarang walaupun produktifitasnya menurun.

Terdapat pembagian wilayah pertunjukan antara Bang Tilil dengan Ateng Japar. Bang Tilil menguasai wilayah pertunjukan kota Bandung (Stasiun, Alun-alun, Tegal Lega, Cicadas, Andir, Cikawao dan wilayah lain di kota Bandung). Sementara Longsér Ateng japar menguasai wilayah luar kota Bandung (Pangalengan, Cililin, Banjaran, Soreang, dan lain-lain). Akibat penjajahan Jepang, banyak seniman Longsér mengungsi. Praktis kegiatan berkesenian mereka surut sejak itu. Baru pada tahun 1952, ketika Ateng Japar kembali ke Bandung dari pengungsiannya di Garut, Longsér kembali mengisi ruang hiburan bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya.
Kesulitan kesenian Longsér untuk bertahan pun masih terus dialaminya. Ini disebabkan oleh kebijakan penataan tata ruang kota Bandung, termasuk pemekarannya. Akibatnya, beberapa genre seni pertunjukan rakyat yang pada saat itu menjadi bagian dari masyarakatnya juga mengalami kesulitan untuk hidup. Perlahan-lahan wilayah pertunjukan Longsér Bang Tilil pun menciut dan akhirnya surut. Apalagi setelah Bang Tilil meninggal, punahlah Longsér yang dipimpinnya.
Sementara itu, Longsér Ateng Japar tetap eksis berkeliling di wilayah pertunjukannya, walaupun tidak lagi seperti pada masa kejayaannya dahulu. Dewasa ini, Longsér Ateng japar tidak lagi memiliki wilayah pertunjukan yang pasti. Bahkan dari hari ke hari semakin surut, walaupun belum dapat dikatakan punah sama sekali. Longsér Ateng japar tidak lagi melakukan pertunjukan keliling, dan hanya memenuhi panggilan untuk menumbuhkan apresiasi para mahasiswa kesenian atau untuk hiburan bagi instansi yang menganggap Longsér masih layak dijadikan materi hiburan. Belakangan Longsér Ateng Japar mempreteli keutuhan pertunjukan dan bersedia memenuhi panggilan untuk hajatan. Longser itu hanya memiliki tarian jenis ketuk tilu dan jaipongan, dimainkan di sebuah panggung dengan perlengkapan bodor alakadarnya. Padahal, umumnya Longsér dimainkan di aréna terbuka, menyatu jeung penonton. Memang belakangan ini, Longsér sering dimainkan di sebuah panggung, baik di luar bangunan maupun di dalam gedung kesenian.
Namun menurut Wa Kabul, pemimpin Longsér Ringkang Gumiwang, persoalan tempat tergantung pada kondisi. Sah-sah saja Longsér dimainkan di atas panggung, seperti seni teater lainnya. Awalnya Longsér memiliki waktu pertunjukkan tertentu, yaitu pada malam hari, antara pukul 20.00 sampai dan 22.00. Namun saat ini banyak juga seni Longsér yang dimainkan pada siang hari.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Longser merupakan salah satu jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan, khususnya di daerah Bandung
2.      Longser adalah salah satu jenis teater rakyat tatar Sunda yang hidup di daerah Priangan Jawa Barat. 
3.      Banjaran (PBS) - Longser adalah salahsatu jenis teater rakyat tatar Sunda yang berkembang di daerah Priangan, tepatnya di Ranca Manyar, Kecamatan Pamengpeuk, Kab.Bandung. Tokoh yang dikenal pada jamannya ialah Ateng Japar, yang dari kecil sudah menggarap Longser. Setelah generasi Bang Tilil, Bang Tawes.
4.      Struktur Longser biasanya terdiri dari
·         Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser dimulai.
·         Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada
·         arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
·         Munculnya penari-penari yang diawali dgn wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dgn julukan seperti si Oray, Si Asoy,si Geboy. Goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol, tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan)
·         Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
·         Puncak pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian
B.     Saran
Dengan adanya  makalah ini kelompok harapkan kita bisa lebih mengerti dan memahami tentang Teater Longser




Tidak ada komentar:

Posting Komentar